BerdasarkanUndang Undang Pemerintahan Daerah, kewenangan untuk mengatur masalahPertambangan eperti Galian C seperti baru, tanah liat, pasir dan lainnya kinitidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, tapi dialihkan kewenangannyake Pemerintah Provinsi.
Regulasi tentang Pengalihan Kewenangan ini, dalam kontek otonomi, telah menggambarkan bahwa otonomi daerah kita saat ini tak lain adalah otonomi buntut kebo, otonomi ditunjukkan dengan kepala kerbau, seolah olah bebas bergerak, namun nyatanya tidak leluasa lantaran ekornya dipegang erat-erat. Apa yang teradi saat ini adalah, pengebirian otonomi daerah melalui berbagai perangkat peraturan per-undang undangan dan peraturan lainnya.
Lantasapakah dengan kebijakan itu menguntungkan Kabupaten/Kota?. Jika melihatbeberapa kasus terkait dengan kerusakan/perubahan lingkungan akibat ekploitasipertambangan hususnya Galian C ini, ternyata jawabannya adalah ‘’tidak’’!.Kabupaten/Kota malah hanya mendapatkan ‘’getahnya’’. Setiap ada kerusakanlingkungan yang membahayakan warga akibat dari maraknya galian C baik yanglegal maupun yang illegal, maka yang disalahkan oleh masyarakat adalahBupati/Walikota, bahkan tidak jarang kantor Bupati/Walikota di demo masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini banyak kerusakan lingkungan akibat maraknya Galian C di daerah yang meresahkan masyarakat. Masyarakat melihat seoalah olah pemerintah daerah Kabupaten/Kota melakukan pembiaran terhadap maraknya eksploitasi lingkungan hususnya Galian C ini, apalagi didaerah daerah yang punya sumber daya alam serta daerah daerah Industri. Untuk Banten misalnya--, bisa dilihat di Lebak, Cilegon dan Serang.
Adanya peralihan kewenangan Pengelolaan Pertambangan hususnya Galian C ini, nyata nyata tidak menimbulkan dampak positif bagi keberlangsungan hidup masyarakat dalam rangka menikmati lingkungan hidup yang nyaman. Saat ini sangat marak munculnya aktifitas penambangan yang terindikasi Illegal, bahkan yang legalpun bisa meresahkan masyarakat lantaran dari aktivitas itu terjadi kerusakan atau minimal perubahan lingkungan yang mengancam keberlangsungah hidup seperti potensi banjir dan longsor.
Problemutama dari maraknya aktifitas penambangan Illegal dan terjadinya kerusakanlingkungan setelah kewenangan itudiambil alih Pemerintah Provinsi adalah soal Pengawasan. Pengawasan ini mutlakdiperlukan untuk memantau apakah penambangan itu ada ijin atau tidak, kalaupunada ijin, apakah aktivitasnya sesuai dengan ijin atau tidak.
Seharusnyaketika regulasi itu diputuskan, Pemerintah Provinsi menyiapkan Sumber Dayauntuk menangani masalah tersebut, yang terjadi saat ini justru sebaliknya,Pemerintah Provinsi seolah olah seperti pepatah arab ‘’wujuduhu ka’adamihi’, “Ada-nya sama seperti ketidak beradaannya”. Pemerintah Provinsi hadir hanya saat sudah terjadimasalah.