Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menulis, Membukukan dan Kepuasan

12 Mei 2016   09:38 Diperbarui: 12 Mei 2016   15:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada satu titi mangsa, saya jumpa dengan salah seorang teman, lama juga tak bersua dengan beliaunya ini, sebab kesibukannya sebagai seorang dosen salah satu perguruan Tinggi di Banten, memungkinkan untuk tidak saling jumpa meski tempat mukimnya masih dalam satu kota dengan saya. Beliau kawan yang penuh homor dan punya pemahan luas soal kemasyarakatan dan keagamaan.

Obrolan ngalor ngidul soal Cilegon dan kenangan masa lalu saat sama sama ngangsu kaweruh di Jogjakarta hingga pada soal aktivitas masing masing saat ini. Beliaunya tahu tentang aktivitas saya melalui sekilas info dari teman yang lain termasuk juga dari media massa, katanya.

Ditengah obrolan itu, saya terhenyak seketika, saat ia menanyakan soal aktivitas saya menulis di berbagai media termasuk di Kompasiana ini. Saya mafhum betul terhadap kawan satu ini, soal kegemarannya membaca boleh dibilang ia adalah kutunya buku, buku apa saja selama masih bisa dibaca, pasti dibacanya jika ia pegang tentunya. Keterkejutan saya bukan pada soal aktivitas menulis saya itu, tapi pertanyaan yang menurut saya antara wajar dan tidak wajar.

Beliau menanyakan satu hal, ‘’Apakah tulisan di Media Massa atau di Kompasiana itu dapat bayaran’’ .

Saya menjawab sekenanya saja, bahwa saya menulis ukurannya bukan materi, tetapi bagaimana pikiran saya dapat dibaca orang, soal materi nanti Tuhan yang ngatur.

‘’Lha ngapain cape cape nulis kalau tidak dapat honor’’, katanya lebih lanjut.

‘’Begini ya, kalau nulis di Koran, ada honornya, tapi kalau di Kompasiana tidak ada’’.

Inti sari dari obrolan itu bagi saya bukan soal honor dari menulis – bagi dirinya bisa jadi intinya adalah masalah honor meskipun untuk menutupi sesuatu karena dirinya belum pernah menulis --, tapi bagaimana mungkin seorang kaum intelektual berbicara masalah pikiran, daya nalar ukurannya hanyalah uang, atau jangan jangan ia menjadi pengajar hanya karena tuntutan uang saja, tidak melihat kemanfaatan ilmu yang diajarkan, jika ini benar, maka wajar saja jika saat ini banyak Mahasiswa yang menjadi Pelacur Intelektual. Lihat disini Mahasiswa Kok Jadi Pelacur.

Apa yang menjadi jawaban saya bahwa soal ‘’materi Tuhan yang mengatur’’, rupanya dibuktikan betul oleh Tuhan terkait menulis di Kompasiana. Suatu saat tulisan saya di Kompasiana tentang ‘’Problem Pengawasan Orang Asing di Cilegon’’ ada yang menjiplak tanpa menyebutkan sumbernya, artinya tulisan saya di copas oleh perusahaan konsultan pembangunan untuk kepentingan pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah. Ini adalah perbuatan ‘’Plagiat’’ dalam konteks hukumnya. Atas pebuatan itu, si konsultan setelah saya hubungi mengakui kekeliruannya dan minta maaf dan bersedia untuk menyelesaikan secara kekeluargaan serta memberikan uang konpenasasi atas perbuatannya itu. Lihat disini Siapa Bilang Menulis di Kompasiana Tak Dapat Bayaran

Sebelum itu, Thamrin Sonata mengirim pesan melalui Kompasiana, katanya tulisan saya di Kompasiana layak untuk di bukukan, awalnya saya masih pikir pikir soal pemasaran. Saya ahirnya coba cari moment yang tepat agar bagaimana caranya kumpulan tulisan saya bisa jadi buku. Beberapa tulisan kemudian saya pilah pilih, ternyata bisa di kelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama tentang Jejak Langkah DR.H.Tb. Iman Aryadi, Walikota Cilegon; Kedua, tentang Problem Sosial di Kota Cilegon; Ketiga, tentang Masalah olitik, Hukum dan Sosial di Indonesia.

Konsep itu saya tawarkan atau lebih tepatnya saya konsultasikan ke Walikota Cilegon DR.H.Tb. Iman Aryadi yang kebetulan ‘’gila ilmu’’ dan kutu buku juga, minta pendapatnya bagaimana jika buku diterbitkan dalam moment Ultah Cilegon yang ke 17 tahun ini. Tanggapannya ternyata luar biasa dan sangat setuju, bahkan siap membantu untuk ongkos cetaknya. Walikota menyarankan agar buku tidak usah di komersilkan, cukup dibagikan kepada masyarakat dan kolega kolega karena ada keterkaitan dengan masalah pembangunan di Cilegon. Lebih jauh Walikota menyarankan agar penerbitan sebaiknya menggunakan sponsor dan minta kepada saya untuk menghubungi BUMD milik Kota Cilegon yakni PTPCM atau PT Pelabuhan Cilegon Mandiri, BUMD yang bergerak dibidang Kepelabuhanan, BPRS Mandiri, BUMD yang bergerak dalam perbankan Syari’ah dan PDAM yakni BUMD yang begerak dalam pelayanan air minum/bersih kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun