[caption caption="illustrasi, dok, timorexpres.com "][/caption]Indonesia memang jago soal  Uji Coba,  banyak  kebijakan dan program yang berhubungan dengan  orang banyak, terlebih dahulu di Uji Cobakan.
Adalah  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, pada Minggu, 21 Februari 2016 lalu, meresmikan Uji Coba kantong plastic berbayar di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Â
Tujuan program ini tak lain untuk mengurangi pencemaran lingkungan dari sampah plastic. Caranya, tiap orang belanja, jika menggunakan kantong  plastk bin ‘’kresek’’ di kenai biaya Rp. 200,- per  kantong, jika konsumen tidak mau, silahkan bawa tas sendiri.
Kota kota yang menyambut dan memberlakukan kebijakan ini tentu saja Jakarta, kemudian kota lain yakni Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon, Papua, Jayapura, Pekanbaru, Banda Aceh, Kendari, dan Yogyakarta.
Kebijakan ini, lantas disambut secara massif oleh ritel dan supermarket, bahkan waralaba seperti Indomaret, Alfamaret, Alfamidi  yang tersebar di seluruh Indonesia sudah menerapkan aturan ini. Itu artinya, seluruh masyarakat Indonesia yang belanja di waralaba sudah turut serta menyokong program ibu Menteri.
Lepas dari adanya pro kontra terhadap program ini, nyatanya adalah, mau tidak mau, ihlas tidak ihlas,  konsumen yang belanja di supermarket atau waralaba saat ini terbebani untuk mengeluarkan biaya tambahan ‘’kresek’’,  hal yang mustahil untuk saat ini, orang akan bersusah susah bawa tas dari rumah hanya untuk belanja, maka dari itu, pilihannya adalah bayar Rp.200,- saja.
Jika kita belanja di Indomaret misalnya, tahu tahu di struk belanja tertera ‘’diet plastik’’ Rp.200,-, beda lagi jika kita belanja di Superindo, terdapat pengumuman soal ini, namun ada lagi penawaran melalui promosi, tersedia tas belanja yang bisa dilipat dengan harga tertentu. Nah, peluang baru menaikkan penjualan produk tertentu mengambil manfaat dari plastik perbayar
Yang jadi pertanyaan adalah,  untuk apa saja penggunaan dana dari penggantian ‘’kresek’’ itu, siapa yang mengawasi  soal dana yang terkumpul itu. Hal ini perlu dipertanyakan lantaran, konsumen bayar Rp200 per kantong itu bukan beli, tapi pengganti yang dananya nanti di kembalikan ke masyarakat  melalui program tertentu. Intinya akuntabelitas penggunaan dana itu musti dipertanyakan.
Tidak dapat dibayangkan, berapa milyar dana yang terkumpul dari penggantian kresek di seluruh Indonesia dalam jangka waktu uji coba.
Saya kok meragukan effektifitas program ini. Soal  mengurangi pencemaran lingkungan dari sampah plastik saya dukung seratus dua belas persen, tapi jika mengharapkan dari program ini, rasanya sia sia belaka, karena nyatanya yang belanja tetap saja pilih bayar Rp.200.
Â