Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Resensi Buku Indonesia Kita Satu, Sebuah Refleksi Tentang Nilai ''Sumpah Pemuda'' dan Kekinian

28 Januari 2016   18:47 Diperbarui: 28 Januari 2016   20:17 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bisa jadi, ini merupakan kejelian orang yang bernama Tamrin Sonata. Kompasianer ini saya anggap pandai menangkap issue penting di negeri ini untuk dijadikan sebagai bahan renungan anak bangsa.

Kehadiran buku ‘’Indonesia Kita Satu’’ , yang disunting Thmrin Sonata dan diterbitkan Peniti Media pada oktober 2015 lalu, adalah bukti yang teramat nyata terhadap anggapan saya itu. Isi buku ini, tak lain adalah kumpulan Tulisan –terpilih— di Kompasiana terkait dengan ‘’Sumpah Pemuda’’.

Tak kurang dari 24 Penulis Kompasiana dari berbagai latar karakter, status social, profesi, berkeroyok melihat  Sumpah Pemuda dari sudut pandang masing masing dikaitkan dengan masa kekinian.

Dari aspek penyusunan, buku ini terbagi dalam 4 Bab yang masing masing Bab menggambarkan tentang hubungan Sumpah Pemuda dengan satu tema, yakni tentang; Bangsa,Pemuda dan Pendidikan,Bahasa dan Indonesia di Luar .

Untuk tema Bangsa, 9 orang Kompasianer menuliskan pandangan secara kritis terhadap nilai nilai Sumpah Pemuda yang seharusnya dilakukan oleh anak bangsa dimasa kini. Di bagian ini nonkrong Iskandar Zulkarnaen, Teguh Heriawan,Ismail Suardi Weke, Thamrin Dahlan, Rushan Novali, Maria Margartha,Spd MA.,Maria G.Soemitro,Rifki Feriandi, Masluh Jamil.

Bagian kedua yang membahas tentang Pemuda dan Pendidikan, bercokol 9 Kompasianer; Rita Audriyanti,Cay cay, Majawati oen, Ahmad Fauzi, Tjiptadinata Effendi, Agung Soni,Dra.Sri Sugiastuti, Mauliah Mulkin, Fajar Muhtar.

Adapun yang membahas soal Bahasa, ada 4 orang kompasianer yang mengulasnya, yakni; Isson Khairul, Much.Khoiri, Bain Saptaman dan Wahyu Sapta.

Masih ada Kompasianer yang tinggal di luar negeri yang ikut memberikan pandangannya tentang Sumpah Pemuda sebagaimana di muat dalam Bab 4 tentang Indonesia di Luar,  yaitu ; Unggul Sugena dan Gaganawati Stegmann.

 Sekedar untuk memberikan gambaran tentang pandangan beberapa penulis dalam buku ini tentang Sumpah Pemuda itu, berikut ini saya cuplik sebagian pandangan dari tiga orang kompasianer.

Saya tertarik denga ulasan pak dosen Thamrin Dahlan, bahwa  saat ini sebaiknya ada Sumpah Indonesia setelah ada Sumpah Pemuda. Sumpah itu kira kira bunyinya begini ‘’ Kami bangsa Indonesia dengan ini mengangkat sumpah kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Bahwasanya kami tidak akan menggunakan produk luar negeri mulai saat ini 28 oktober 2015. Kami akan setia menggunakan produk dalam negeri sampai bangsa Indponesia mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Pembukaan UUD 45’’.

Tentu kita bertanya, apa gerangan yang ada dalam benak pak Thamrin hingga secara brilliant mengusulkan Sumpah itu. Tapi rupanya inilah gaya pak Thamrin menyindir situasi. Usulan itu muncul setelah pak Thamrin menyaksikan sebuah drama—tologi para elit politik senayan yang selalu bercengkrama dengan birahi politik yang memuakkan, beradu mulut, menjungkir balikkan meja hanya karena berebut kursi, rakyat sudah  terpecah menjadi dua kubu yakni KIH dan KMP.

Dalam pandangan pak Thamrin, drama ini jelas telah mencederai PERSATUAN sebagai mana terkandung dalam nilai nilai Sumpah Pemuda, oleh karenanya, usulan pak Thamrin tentang SUMPAH INDONESIA diatas menjadi wajar ketika kita melihatnya sebagai sebuah sindiran atas kondisi bangsa saat ini.

Demikian halnya dengan Maria Margaretha, Kompasianer yang berproffesi sebagai  guru SD ini melihat bahwa Sumpah Pemuda pada intinya adalah semangat. Semangat Persatuan yang harus dijaga oleh seluruh anak bangsa dengan menyadari akan adanya perbedaan dan menghormati perbedaan itu.

Tentu saja nilai nilai persatuan itu harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. Bagaimana mengaplikasikan nilai nilai persatuan itu, terasa sekali ketika membaca tulisan opa Tjiptadinata. Kompasianer satu ini selalu saja menulis dengan ringan tanpa beban meskipun menceritakan penderitaannya, kegegalannya termasuk keberhasilannya.

Dalam buku ini sebagaimana dalam tulisannya, opa Tjip mengawalinya dengan menceritakan siapa opa Tjip, dilahirkan dari suku apa dan lainnya. Judul Tulisannya juga ringan, yakni ‘’ Sebuah Langkah Kecil dalam Mengaplikasikan Indonesia bersatu’’.

Ya, inilah opa Tjip, mengaplikasikan Indonesia Bersatu, dimulai dari hal yang kecil, tentu saja yang ia tulis bukan perilaku anggota DPR yang suka cuap cuap ngga jelas juntrungnya, tapi yang ia tulis adalah bagaimana ia berbuat meskipun dinilai sebagai langkah kecil, tetapi punya nilai besar dalam konteks Persatuan.

Hal apakah itu, tak lain bagaimana opa Tjip membiayai kekurangan dana dalam pembangunan pengaspalan jalan di lingkungannya, membelikan kursi untuk untuk kepentingan masyarakat.

‘’Dengan jalan ini, kami ingin membuktikan kepada masyarakat, bahwa tidak semua non pri itu hanya mementingkan diri sendiri dan eksklusif. Kami adalah contoh nyata dalam hal ini, walaupun dalam skala mini’’, demikian tulis opa Tjip.

Jika kita memang suka membaca, apalagi suka menulis,  maka tidak ada salahnya jika kita sempatkan juga membaca buku ini, siapa tau, setelah membaca, akan muncul ghiroh atau semangat membangkitkan kembali nilai nilai persatuan walaupun dalam bentuk yang berbeda.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun