Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Jadi Kepala Desa (Bagian 2-Habis)

24 Januari 2016   22:05 Diperbarui: 25 Januari 2016   00:03 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum menerukan membaca bagian yang kedua ini, sebaiknya baca bagian Pertama.

Tiap pagi manav berangkat sekolah di hampiri Takin yang anaknya kebetulan satu kelas dengan Manav. Takin dan Marni adalah sahabat  karib, sejak kecil main bareng, sekolah bareng, hanya jodoh yang tidak bareng walaupun sebetulnya ada gumerentes diantara keduanya dimasa lalu. Marni memang menitipkan Manav ke Takin selama ia meninggalkan kampung.

Dua sahabat ini, selalu komunikasi, kadang sms, kadang telpn maupun chat melalui fb. Kali ini Takin terkesima saat membaca sms dari Marni. Takin saat itu iseng mengirim SMS ke Marni menanyakan kabar dan keadaan Mirna. ‘’Sekarang lagi apa’’, Tanya Takin di sms.  

‘’Saya sedang melakukan ML mas, demi untuk Manav’’, jawab Mirna.

Kata ‘’ML’’ membuat darah Takin bergejolak, Marni yang ia kenal sejak kecil adalah marni yang taat ber-agama. Dulu belajar ngaji bareng, sekolah agama juga bareng. Apakah hingar bingar kehidupan kota telah memporak porandakan keimanan Mirna hanya karena uang. Sebejad itukah Marni sekarang, pikir  Takin.

Cling, terdengar tanda sms masuk, ‘’Kok ngga jawab mas’’, Marni menulis pesan. Takin hanya diam terpaku, tak terbayangkan bagaimana Mirna bisa ML padahal tidak bersuami hanya karena Manav. Diliriknya Manav yang kebetulan ada dirumahnya sedang bermain dengan Adit anaknya.

‘’Manav, sini,,’’, entah ada kekuatan apa, tiba tiba Takin memanggil Manav. Manav mendekat, dipeluknya anak itu. ‘’Kamu harus jadi anak pintar’’. Kata Takin, si anak hanya mengangguk.

Sementara Marnipun bertanya tanya, tidak biasanya Takin seperti ini, tidak mau balas sms. Lama Marni menunggu, lima menit, sepuluh menit hingga 30 menit, tak juga Takin membalas. Ada apa sebenarnya.

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam, diluar hujan gerimis, sepi, Marni beranjak ke pembaringan, saat rebahan, terdengar bunyi cling, cling, beberapa kali, tanda ada beberapa sms masuk. Diambilnya hape diatas meja. Marni terbelalak, isinya cacian dari Takin.

‘’Saya tak menyangka, kamu bisa melakukan semua ini’’.

‘’Mas, saya melakukan ini dengan susah payah, mencari konsumen, hasilnya lumayan untuk nambah penghasilan, ditabung untuk masa depan Manav’’, jawab Marni.

‘’Iya, tapi kamu tidak harus melakukan itu’’, balas Takin.

‘’Lha emang kenapa, kan hasilnya lumayan, buat biaya pendidikan Manav, supaya pinter’’.

‘’Saya ingin mewujudkan mimpi almarhum, mudah mudahan jadi Kepala Desa kelak’’. Marni meyakinkan Takin.

‘’ Pebuatan kamu, tetap saja perbuatan bejad, perbuatan yang memalukan’’, kata Takin  kelihatan sewot di sms itu.

Bergetar hati Marni, tersayat perasaan Marni, ia kemudian menelungkupkan wajahnya diatas bantal, air matanya meleleh tanda ia amat sedih. Sedih dicaci maki oleh sahabatnya yang paling baik dan satu satunya yang mengerti tentang kehidupannya sebagai seorang janda yang menghidupi anaknya dengan cucuran keringat sendiri hanya karena ingin mimpi almarhum suaminya bisa terlaksana. Menjadikan Manav orang pintar dan berharap menjadi Kepala Desa, jika besar kelak.

Teringat ucapan almarhum suami dan cacian sahabatnya, kesedihan Marni makin menjadi-jadi, ‘’apa yang salah dengan diriku’’, bathin Marni menjerit.

Cling…., terdengar lagi bunyi sms, dibacanya pesan dari Takin yang baru masuk ‘’, Dari pada kamu di kota, menjual diri hasilnya untuk menghidupi keluarga,  sebaiknya kamu pulang saja ke kampung’’.

Menjual diri ?, Sungguh tega Takin mengatakan itu, pikir Marni.

‘’Mas, daripada mas bicara yang menyakiti hati Marni, lebih baik saya dikasih racun Sianida saja mas, biar saya menyusul mendiang ayahnya Manav’’, ujar Marni

‘’Tanpa itu juga, kamu sudah meracuni anakmu Manav, dikasih makan dari hasil menjual diri’’, Takin mengulangi kemarahannya.

‘’Menjual diri apa mas, saya itu setelah pulang dari toko, mencari konsumen, menawarkan satu produk, jika saya dapat banyak konsumen, fee nya lumayan’’, kata Marni.

‘’Produk apaan, kamu bilang kamu lagi ML, itu artinya kamu bersetubuh dengan laki laki, lantas dapat bayaran to ?, bukankah itu menjual diri Marni ?, cecar Takin.

Oh,,, rupanya ini yang membuat Takin mencaci maki saya, gumam Marni dalam hati.

‘’Mas, coba liat lagi sms saya, saya nulis tuh bukan ML, tapi MLM’’, kata Marni.

Lama takin tak membalas, Marni mulai menyadari ada yang tidak beres. Takin pasti salah baca.

Cling….. Takin sms ‘’ Aduh Marni, saya minta maaf, ternyata memang tulisannya MLM, saya salah baca dan sudah menuduh ngga baik sama kamu, sekali lagi saya minta maaf’’,

‘’Makanya kalau baca sms yang bener, ya sudah, saya titip Manav, saya ingin membuktikan, mimpi Almarhum agar Manav jadi orang pinter dan siapa tau jadi Kepala Desa bisa kesampaian’’, jawab Marni.

‘’oke, Amiin’’, Takin meng-amini.   

 Semoga Mimpi Jadi Kepala Desa, bisa kesampaian.

 

Cilegon, 24/1/2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun