Mohon tunggu...
Kebijakan

Asgard Serang Tikus Berdasi

1 Mei 2019   00:34 Diperbarui: 1 Mei 2019   01:12 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada awalnya kita mengira bahwa manusia modern pada umumnya adalah sepenuhnya berfikir rasional dan tanpa kita sadari memandang remeh hal-hal yang bersifat sepele seperti halnya fiksi.Industri hiburan yang nilainya miliyaran sangat bertumpu pada dongeng itu.jutaan orang diseluruh dunia berbonddong bondong mengunjungi gedung teateruntuk menyimak dongeng-dongeng.Selama ini kita telah menyimak dongeng Hollywood yang sudah melagenda:Avengers,Superman, Spiderman dsb.

namun apakah hubungan antara sang lagenda tikus berdasi dengan penduduk Asgard?  Kembali pada pembahasan sastra sebagai pelurus politik yang mana sastra adalah sebuah karya dan film juga merupakan sebua karya. Pada pembahasan penduduk asgard adalah tempat fiksi di dalam buku komik dan film oleh terbitan Marvel yang merupakan tempat asal Thor sang dewa petir putra Odin. 

Dimana pada cerita tersebut disebutkan bahwa saudara tiri thor yaitu loki, menginginkan takhta Odin dengan menghalalkan segala cara untuk menjadi Raja meski harus menelan nyawa rakyatnya sendiri. 

Namun disaat kita melihat pada sudut pandang realita maka disaat sang penguasa mendapati takhta dengan cara kotor, akan banyak penduduk yang tidak rela bahkan bisa dikatakan memberontak pada ketidak adilan yang diterapkan oleh kepemerintahan negara, hingga timbullah perselisihan dan pemberontakan,maka tidak heran ketika saya mengambil tema "Penduduk asgard serang tikus berdasi". 

Karna yang menjadi sasaran titik tumpu kekotoran politik adalah para koruptor (tikus berdasi) yang merajalela sehingga bisa-bisa menyebabkan Masyarakat sendiri yang turun tangan menyerang ketidak adilan. Dan jikalaupun Asgard benar-benar ada Loki akan tetap mendapat 

serangan oleh penduduk Asgard atas keserakahannya sendiri dalam hal ini dapat dijadikan perumpamaan hingga mendapatkan amanah dari apa yang dapat kita pelajari bahwa tidak selamanya kita mampu belajar hanya pada Rasionalitas namun fiktif bahkan fiksi pun mampu menjadi referensi pengalaman rasionalitas hingga dapat diambilnya amanah dari kisah fiksi tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun