Dari blueprint tersebut, Bank Indonesia membuat working group yang salah satunya adalah perbaikan Retail Payment secara struktural. Di antara upaya tersebut, salah satunya berupa standarisasi metode pembayaran melalui QRIS, Quick Response Indonesian Standard.
Tepat pada 17 Agustus 2019 lalu, Bank Indonesia menerbitkan aturan tata cara pembayaran dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Yang mana, Bank Indonesia mewajibkan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QRIS mulai 1 Januari 2020. Melalui QRIS, kita yang semula sering kali dibingungkan dengan banyaknya aplikasi pembayaran, jenis ungu, biru, merah, hijau dan lain sebagainya, sejak 1 Januari 2020, semua dapat tersatukan melalui satu QR Code saja, yakni QRIS!
Kewajiban penggunaan QRIS tersebut juga dapat mengantisipasi adanya monopoli dari aplikasi pembayaran. Selama ini, kita hanya dapat memindai QR Code dari satu aplikasi pembayaran saja. Hadirnya QRIS seakan-akan seperti bahasa pemersatu dari semua bahasa aplikasi pembayaran. Sehingga semua dapat ngobrol bersama melalui satu bahasa. Tidak ada lagi yang namanya segmentasi aplikasi pembayaran. Terpesona bukan?
Bukan hanya kita sebagai konsumen yang diuntungkan dengan QRIS ini. UMKM atau merchant juga diuntungkan, sebab mereka tidak perlu memiliki berbagai jenis QR Code dari berbagai aplikasi pembayaran. Dengan mengusung semangat UNGGUL, yakni Universal, GampanG, Untung, dan Langsung, QRIS akhirnya mampu mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan UMKM, yang pada akhirnya dapat mendorong kemajuan perekonomian Indonesia.
Selain QRIS, Bank Indonesia nantinya akan segera memanjakan kita dengan mentransformasikan layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menjadi BI Fast Payment atau disebut dengan BI Fast.
Jadi buat kita yang biasa melakukan transaksi belanja online, sering kali mengalami masalah dalam pengecekan pembayaran saat proses order. Seperti, misal nih, kita sudah transfer, namun, saat dicek penjual melalui internet banking, uang pembayaran ternyata tak kunjuk masuk. Biasanya ini terjadi karena kita melakukan transfer pembayaran dari bank yang berbeda dengan bank tujuan. Apalagi jika pembeli melakukan transfer pembayaran menggunakan kliring atau Lalu Lintas Giro (LLG), waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 2-3 hari kerja. Nah, dengan BI Fast nanti, proses kliring akan bisa dilakukan selama 24 jam dalam 7 hari alias non stop! Bisa langsung realtime. Mantap bukan?!
Transaksi Digital: Aman Kok!
Tak dapat kita mungkiri, bahwa manfaat yang besar juga datang dari transaksi digital juga selaras dengan potensi risiko yang besar. Semua aplikasi pembayaran membutuhkan data pribadi kita kan? Pada umumnya, data pribadi yang dihimpun oleh aplikasi tersebut adalah nama depan/belakang, email, nomor handphone, termasuk alamat rumah.
Aman nggak sih sebenarnya?
Kita semua tahu, bahwa ketika hendak menggunakan aplikasi pembayaran kita tentu tidak akan pernah membaca kebijakan platform ataupun disclaimer/pernyataan kesanggahan atau yang disebut dengan klausul baku, karena malas, tidak mengerti isinya, dan sangat banyak. Pilihanya hanya 2, take it or leave it.
Jangan khawatir! Di Indonesia, ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang tegas melarang pelaku usaha untuk membuat klausul baku yang salah satunya berisikan pengalihan tanggung jawab. Dengan demikian, apabila masih ada aplikasi pembayaran yang menuliskan klausul baku berupa pengalihan tanggung jawab pada sistem mereka, khususnya terhadap kebocoran data, hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum, sehingga dapat dikenakan sanksi.