"Kekeluargaan adalah suatu paham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota terhormat, 'Soekardjo' satu karyo, satu gawe."
- Ir. Soekarno
Perdebatan demi perdebatan yang meragukan Pancasila, membuat artikel ini agaknya harus diawali dengan kalimat-kalimat yang seharusnya dapat menyadarkan kita tentang makna mendalam kehadiran Pancasila. Harus ditegaskan kembali bahwa Pancasila tidak pernah terlahir dari ruang hampa.Â
Pancasila lahir dari rahim dialektika yang panjang. Sehingga apa yang tercantum di dalamnya akan selalu kontekstual bagi masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke dengan sejuta perbedaan yang menghiasinya.
Haram untuk diragukan, bahwa Pancasila benar-benar bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Seperti kata Soekarno, Pancasila terbenam dalam jiwanya bangsa Indonesia.Â
Lima mutiara itu digali lewat perenungan mendalam dan telah melalui proses pengujian panjang yang akan terus berlangsung selama Indonesia masih tegak berdiri sebagai sebuah bangsa dan negara. Sehingga momentum hari lahirnya Pancasila, tak boleh sebatas dimaknai secara simbolik, apalagi hanya sebagai perayaan seremonial.Â
Namun jauh daripada itu, hari lahirnya Pancasila harus dimaknai sebagai benang sejarah yang menghubungkan kita, antara generasi masa kini dengan warisan rohani masa lalu, para pendahulu dan leluhur.
Tak pelak jika kemudian Covid-19 menjadi titik balik bagi setiap warga negara untuk memahami arti pentingnya ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kepemimpinan yang hikmat dan bijaksana, serta asas keadilan sosial. Maka tidak muluk jika kemudian menyebut bahwa Pancasila pada hari ini sedang terlahir kembali.
Terbukti, masyarakat religius Indonesia kembali menghayati nilai-nilai Ketuhanan dan Keagamaan. Setelah sudah sering sekali nilai-nilai luhur ini dipertontonkan ke publik dan menjadi seremonial belaka, kini kita kembali mengembalikan urusan peribadatan dan hubungan dengan Sang Kausa Prima itu ke wilayah privat, dengan penuh kekhusyukan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab yang dibalut rasa saling kasih kembali menggeliat. Semua lini bersatu, gotong royong melakukan kerja-kerja kecil yang berarti demi menghalau pandemi. Dari kalangan elite hingga akar rumput kembali saling menyokong satu sama lain untuk memastikan kehidupan setiap orang tetap berjalan.