Di sisi lain, berdasarkan laporan Doing Business in Asia, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara di Asia yang sistem hukum dan perundang-undangannya terkenal sangat 'birokratis' sekaligus 'koruptif' bagi para investor lokal terutama asing. Hal tersebut menegaskan bahwa RUU Omnibus Law merupakan bentuk deregulasi penyederhanaan dan konsistensi regulasi. Sehingga dengan melakukan deregulasi, secara tidak langsung debirokratisasi penyederhanaan kerja, penyederhanaan proses yang berorientasi pada pelayanan juga ikut dilakukan.
Jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan dampak pengelolaan regulasi yang buruk menyebabkan hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi, sebab regulasi yang buruk justru menghambat investasi. Inefisiensi regulasi justru menjadi jalan rusaknya sumber daya alam karena adanya konflik regulasi di bidang sumber daya alam dan regulasi bidang ekonomi atau di bidang pembangunan lainnya. Indonesia dapat mengadopsi Omnibus Law untuk menciptakan instrumen hukum investasi yang dapat meningkatkan minat investasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masalah yang diatur dalam hukum investasi sangatlah kompleks.Â
Tidak hanya persoalan investor datang dan menanamkan modalnya, namun terkait erat dengan berbagai aspek seperti ketenagakerjaan, infrastruktur, insentif fiskal maupun non-fiskal dan lain sebagainya. Selain itu, hal yang mendesak sehingga memerlukan proses yang cepat namun tepat. Omnibus Law dapat menjadi jawaban karena prosesnya yang memang mengedepankan efisiensi waktu pembahasan undang-undang . Selain menekankan efisiensi waktu, terobosan ini dipandang dapat menekan penggunaan anggaran berlebih.
Tantangan penerapan Omnibus Law yang sesungguhnya adalah memberikan pemahaman kepada semua pihak baik pemerintah maupun anggota DPR serta masyarakat luas tentang apa itu Omnibus Law. Sehingga Omnibus Law dapat menjadi sebuah teknik untuk menyusun sebuah undang-undang  yang lebih efisien dan efektif. Hal ini juga menegaskan bahwa teknik ini dapat membentuk konsensus antara pemerintah dan parlemen ketika terjadi deadlock. Sehingga diperlukan pula komitmen politik yang kuat di dalam parlemen karena parlemen menjadi kunci utama untuk mewujudkan Omnibus Law.
Alternatif Strategi Implementasi Sistem Regulasi Omnibus Law di Indonesia
Perundangan-undangan Omnibus Law dapat berperan efektif membabat halangan-halangan disharmonisasi dan konflik norma dalam perundang-undangan. Namun di sisi lain juga memiliki legitimasi demokratis yang akuntabel lewat mekanisme uji publik dan partisipasi publik yang luas dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Guna menjamin prinsip kehati-hatian dalam perumusan perundangan-undangan, RUU Omnibus Law harus dirumuskan dengan terlebih dulu melakukan upaya konsolidasi norma-norma, definisi-definisi konseptual, dan menetapkan subjek yang akan menjalankan Undang-Undang Omnibus Law tersebut.Â
Dalam Omnibus Law hendaknya berisi ketentuan-ketentuan dasar yang dapat dijadikan acuan bagi kementerian atau lembaga lain. Hal ini menjadi penting karena berangkat dari ketentuan dasar inilah sering timbul persoalan. Contoh dalam bidang kesehatan terdapat beberapa undang-undang. Antara lain Undang-Undang  Rumah Sakit, Undang-Undang  Praktik Kedokteran, Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Farmasi. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan juga pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai mengandung kekeliruan konspetual yang mencampuradukkan antara tenaga medis dan tenaga kesehatan lain tanpa membedakan mana tenaga profesi dan mana tenaga vokasi.
Omnibus Law hendaknya benar-benar dapat memangkas undang-undang dengan tanpa menambah peraturan perundang-undangan di bawah Omnibus Law, tidak seperti peraturan perundang-undangan pada umumnya yang memiliki lebih dari satu peraturan pelaksana. Â Omnibus Law di Indonesia juga harus diterapkan juga pada bidang yang lebih urgen. Beberapa klaster sangat layak dijadikan Omnibus Law seperti Keamanan Siber, Perlindungan Data Pribadi, Pendidikan Menengah dan Tinggi, Penyiaran, Informasi, dan Komunikasi, Lingkungan, Pariwisata dan Kelestarian Budaya, maupun Pangan.
Mengingat masalah regulasi ini adalah masalah yang kompleks, penekanan orientasinya tidak bisa hanya sekadar untuk merampingkan regulasi. Kepentingan rakyat harus benar-benar terakomodir dalam peraturan besar yang nantinya akan dihasilkan melalui skema Omnibus Law ini. Maka dari itu, kesejahterahan masyarakat harus menjadi perhatian utama, yang dapat terwujud dengan adanya keadilan sosial untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di dalam dan di antara negara-negara. Â
Dalam gilirannya keadilan sosial tidak dapat dicapai jika tidak adanya penghormatan terhadap semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. Konsep keadilan ini harus menempatkan semua pihak dalam kesetaraan termasuk dalam RUU Omnibus Law, yang dimaksudkan untuk mempermudah investasi dan menguntungkan pengusaha, namun juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas untamanya buruh. Maka keterlibatan rakyat juga harus menjadi variabel penting dalam proses perampingan regulasi ini.Â
Omnibus Law juga diharapkan tidak menjadi kebijakan yang merugikan pihak - pihak tertentu. Sebut saja hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang menyebutkan kebijakan Omnibus Law dibidang perpajakan berpotensi mengurangi pendapatan daerah. Hasil -hasil riset seperti ini harus diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah agar penerapan Omnibus Law bisa berjalan dengan baik, sehingga bukan justru menciptakan masalah baru. Sehingga Omnibus Law adalah kebijakan yang baik apabila telah mencapai keselarasan orientasi antara pemerintah dengan rakyat. Omnibus Law yang akan diterapkan dalam berbagai bidang juga perlu menekankan aspekhak asasi manusia serta merta menjamin kesejahteraan masyarakat.