Ada satu hal yang tak kalah sering disuarakan, yakni pernyataan bahwa mahasiswa juga menjadi moral force artinya mahasiswa menjadi kekuatan moral sebagai fungsi utama peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupannya mahasiswa dituntut untuk memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat, karena mahasiswa juga dianggap sebagai bagian masyarakat. Perbedaannya mahasiswa adalah mereka yang di"maha"kan yang dianggap sebagai kaum terpelajar. Artinya peran mahasiswa sebagai moral force ini sangat penting, karena moral merupakan suatu hal yang menjadi faktor utama dalam menjadikan negara dan bangsa ini menjadi lebih baik, apalagi moral adalah suatu keharusan untuk dimiliki oleh sang pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa.
Pada kenyataanya mahasiswa justru menjadi ikon dari keterpurukan moral. Mahasiswa seringkali menjadi sasaran empuk narkoba, dan bukan suatu hal yang tabu lagi ketika mahasiswa menjadi simbol dari seks bebas bahkan seringkali beredar sebutan ayam "kampus", yang kesemuanya itu justru menjadi kontradiksi dari pernyataan mahasiswa sebagai moral force.
Seringkali kita berpikir ada apa dengan mahasiswa, siapa yang salah, mahasiswa itu sendiri, dosen kah, atau justru instansi perguruan tinggi yang tak mampu membimbing mahasiswanya. Kita terus menerawang namun tidak kunjung menemukan apa yang menjadi titik masalah dari keterpurukan moral mahasiswa.
Jikalau mahasiswa yang dibebankan sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini, yang 28 tahun lagi akan mengisi perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia memiliki moral yang seperti ini, lantas gagasan Indonesia emas 2045 hanya akan menjadi sebuah harapan palsu, atau mungkin Indonesia akan menjadi semakin terpuruk dengan sebutan Indonesia "sampah" 2045.
Keterpurukan moral seringkali disebabkan oleh sikap apatis terhadap lingkungan sekitar, kemajuan teknologi justru menjadi bumerang kepada moral mahasiswa, gawai-gawai yang diharapkan memudahkan kehidupan justru menjadi monster terhadap kehidupan mereka sendiri. Kepedulian sosial berupa suka menolong, murah hati, persahabatan, kerjasama, berbagi, gotong royong, dan lain sebagainya harus digadaikan dengan perhatian yang berlebih dan tak terkendali terhadap teknologi yang disalahgunakan. Mereka lebih memilih menatap layar smartphone daripada harus memperhatikan apa yang terjadi di sekitar mereka.
Mengurangnya kepedulian sosial mahasiswa tersebut selalu beriringan dengan keterpurukan moral. Hilanglah nilai moral religius, kerja keras, kemandirian, persahabatan, dan juga nilai moral cinta tanah air. Nilai moral telah terlupakan oleh budaya hidup mahasiswa yang baru yang semakin instan dan menghendaki kesenangan serta pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
Dampaknya munculah penyakit masyarakat yang diemban mahasiswa, penyimpangan seksual, narkoba, kekerasan, hingga berbagai bentuk penyakit kejiwaan, seperti stres, depresi, kecemasan, dan lain sebagainya adalah bukti dari pengaruh kemajuan peradaban modern yang mengenyampingkan kepedulian sosial. Hal ini kemudian juga berpengaruh terhadap apa yang kita harapkan terhadap masa depan Indonesia, sebuah cita-cita kejayaan di tahun 2045, 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Lalu apa yang harus dilakukan, agar sebuah visi besar "Menuju Indonesia Emas 2045" tidak kandas oleh sebab krisis "kepantasan" mahasiswa per hari ini bila dilihat bagaimana kondisi moral mereka untuk dijadikan tumpuan harapan pemegang estafet kepemimpinan bangsa di 100 tahun kemerdekaan tersebut. Bayangkan apa jadinya negeri ini bila dipegang oleh manusia-manusia yang tak bermoral dan tak memiliki kepedulian sosial.
 Langkah-langkah strategis diperlukan untuk mewujudkan Indoensia emas 2045, perbaikan moral tentunya sangat diperlukan untuk mencetak generasi emas Indonesia yang pantas menjadi peniup lilin ulangtahun seabad kemerdekaan negeri ini.
Perbaikan moral dengan menyuarakan dan mengajak kepada kepedulian sosial adalah jawabannya. Peduli terhadap sekitar merupakan jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya, semangat gotong royong, saling membantu adalah nilai luhur yang sejatinya melekat pada sanubari bangsa. Namun indiviualisme, dan egoisme menghapuskan budaya bangsa tersebut, yang mengarahkan kepada keterpurukan moral.