Seandainya kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso terjadi di 2019, maka syarat mahar untuk menikahi Roro Jonggrang bukan lagi membangun 1000 candi dalam waktu semalam. Roro Jonggrang cukup meminta Bandung Bondowoso maraton mengelilingi Yogyakarta 1000 kali dalam semalam, untuk melihat dan mencatat seluruh keindahan alam dan keberagaman budaya Yogyakarta. Saya rasa itu akan lebih sulit, karena keberagaman budaya serta keindahan alam Yogyakarta mustahil untuk selesai dicatat dalam waktu semalam saja.
Sukses dan uniknya perhelatan Mandiri Jogja Marathon 2019 yang mulai intim terdengar membuat jempol saya tertarik untuk kepoin Instagram @mandiri_jogmar, akun resmi event Mandiri Jogja Marathon. Setelah puas stalking dari postingan teratas hingga terbawah, tiba-tiba timbul rasa sesak di hati, Mandiri Jogja Marathon ternyata benar-benar bikin saya menyesal.
7500 tiket yang ludes cepat, diikuti total 9 negara. Dengan 670 pelari full marathon, 1.530 pelari half marathon, 2.280 pelari kategori 10k, 3.000 pelari kategori 5k, dan 85,31 persen pelari berasal dari luar Yogyakarta, memang ciamik! Saya makin menyesal.
Penyesalan saya tidak terhenti sampai disitu, setelah saya makin tahu kalo pelari Mandiri Jogja Marathon juga disuguhi sejarah, budaya dan kearifan lokal Yogyakarta, yang membuat event ini lebih dari sekedar lomba, itu semua mengantarkan saya sampai di puncak penyesalan: "KENAPA SAYA NGGAK SEMPAT IKUT MANDIRI JOGJA MARATHON 2019 ??!!1!111!!!"
Ajang Sport Tourism yang Uwuwuwu
Saya pikir-pikir bisa jadi bukan saya saja yang menyesal karena tidak sempat ikut Mandiri Jogja Marathon 2019, semua orang yang tahu namun tidak sempat mengikuti event ini juga pasti akan menyesal. Bagaimana tidak? Sejak titik start saja pelari sudah disuguhi keindahan Candi Prambanan. Sesampainya di KM 13 hingga KM 15 pelari diperlihatkan keindahan Gunung Merapi. Beranjak ke KM 26 pelari disambut Monumen Taruna Perjuangan dengan Museum Pelataran.
Ternyata nggak sampai di situ saja, di KM 37-39 pelari ditemani indahnya Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Setelah berulangkali mengalami eyegasm, di KM 40 pelari kembali dimanjakan dengan Candi Sewu dan Candi Bubrah, hingga akhirnya finish di Candi Prambanan. Belum lagi pemandangan sawah di 13 desa dengan nuansa pedesaan yang sangat khas dengan kearifan lokal Yogyakarta. Sungguh uwuwuwu !1!1!!
Mandiri Jogja Marathon menjadi benar-benar bukan sekadar lomba. Sekali mendayung dua tiga pulau terlabuhi, pelari nggak perlu lagi susah-susah jadi backpacker, cukup hobi lari sekaligus bisa rekreasi. Sehat didapati, wisata dinikmati.
Sajikan Kesenian Kreatif Masyarakat Lokal
Penyesalan saya kembali berlanjut setelah mengetahui jika pelari Mandiri Jogja Marathon terus menerus dilimpahi nikmat demi nikmat. Ternyata sembari pelari mengayunkan kaki, di sepanjang rute lari tersaji kesenian kreatif khas masyarakat lokal. Sanggar, komunitas seni, dan kelompok-kelompok seni lainnya juga berperan aktif menghiasi rute lari dengan seni dan kreatif. Inilah yang dinamakan berolahraga sambil berbudaya, membuat pelari gembira, lelah menjadi tak terasa.
Kegembiraan ternyata bukan hanya dirasakan pelari, Mandiri Jogja Marathon juga mengangkat kegembiraan masyarakat. Dengan mengadakan lomba kebersihan desa dan program padat karya, masyarakat desa berlomba-lomba menjadi desa paling kreatif untuk mendapatkan hadiah Sapi Metal dan Kambing PE. Sehingga masyarakat benar-benar merasakan impact dari penyelenggaraan Mandiri Jogja Marathon ini.
Mandiri Jogja Marathon juga memberikan banyak efek domino. Konsep Mandiri Jogja Marathon yang mencoba mengangkat dan mempromosikan kekayaan budaya lokal ini otomatis juga memacu pengembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi Yogyakarta dan sekitarnya. Inilah yang kemudian membuat ajang Mandiri Jogja Marathon ini berbeda dengan ajang lomba maraton lainnya. Lebih dari sekadar lomba!
Angkat Kuliner Tradisional dan Oleh-oleh Khas Yogyakarta
Partisipasi masyarakat lokal tak terhenti sampai di situ. Mandiri Jogja Marathon memang benar-benar berusaha mengusung pertumbuhan sektor pariwisata Yogyakarta. Mandiri Jogja Marathon juga menyediakan Race Village yang menyajikan kuliner tradisional dan oleh-oleh khas Yogyakarta.
Tak hanya dimanjakan pemandangan alam pedesaan yang uwuwuwu dan asri, serta situs-situs peninggalan sejarah yang benar-benar membuat eyegasm berkali-kali. Peserta Mandiri Jogja Marathon juga dimanjakan sajian berbagai kuliner tradisional khas Yogyakarta sesampainya di garis finish. Mulai dari Gudeg Yu Djum, Ayam Goreng Bu Tini, Sate Pak Pong, Soto Kadipiro Plus, dan Bakmi Jowo Mbah Gito. Belum lagi oleh-oleh khas Yogyakarta macam Bakpia Kukus Tugu Jogja, Hamzah Bayik, Pusat Oleh-oleh Djoe, Dowa, dan banyak lagi.
Pemandangan alam yang uwuwuwu, situs peninggalan sejarah yang bikin eyegasm berkali-kali, sajian seni kreatif khas lokal oleh warga yang ciamik, kuliner tradisional dan oleh-oleh khas Yogyakarta yang mantul, maka nikmat mana lagi yang kau dustakan duhai peserta Mandiri Jogja Marathon???
Mandiri Jogja Marathon Benar-benar Beda, Lebih dari Sekadar Lomba!
Pemandangan alam yang uwuwuwu sudah didapat. Situs peninggalan sejarah yang bikin eyegasm berkali-kali sudah dirasakan, sajian seni kreatif khas lokal oleh warga yang ciamik sudah dinikmati, kuliner tradisional dan oleh-oleh khas Yogyakarta yang mantul juga sudah. Sudah itu saja yang bikin nyesel? Masih belum! Ternyata masih ada lagi yang bikin saya nyesel.
Di luar berbagai keistimewaan yang bikin saya nyesel, gemes, dan iri tadi, ada satu hal lagi yang membuat Mandiri Jogja Marathon semakin unik dan makin berbeda dengan event maraton sejenis lainnya. Apa itu? Yaitu Medali buat peserta yang mampu menyelesaikan perlombaan hingga finish. Apa yang beda?
Mandiri Jogja Marathon memberikan medali dengan ornamen hiasan yang berbeda di setiap edisinya. Tahun 2017 medali dihiasi relief Candi Prambanan, sedangkan event tahun 2018 ornamen medali mengambil relief gunung merapi. Dan khusus pada 2019 kemarin, yang bikin saya tambah nyesel nih, finisher medal tahun ini berhias relief wayang Rama dan Shinta, dua tokoh tersebut dikombinasikan dengan relief Candi Prambanan, wididaw! Jelas bedanya!Â
Jadi bentuk medali Mandiri Jogja Marathon bukan hanya berbentuk keping lingkaran seperti biasanya, namun sangat unik sehingga bisa dijadikan koleksi bagi peserta. Benar-benar beda, benar-benar lebih dari sekedar lomba.
Belum lagi isi Race Pack yang membuat saya makin nyesel. Jersey pelarinya juga keren, bikin nyeselnya merasuk sampai ke DNA. Jujur, dari beberapa event maraton yang pernah saya ikuti, jersey Mandiri Jogja Marathon yang paling uwuwuwu, mantul, dan wididaw!
Gimana? Pada nyesel karena nggak ikut, kan? Pada pengen ikut kan? Halaaaah jangan pura-pura gitu, jujur aja...Â
Pemandangan alam yang uwuwuwu, Situs peninggalan sejarah yang bikin eyegasm berkali-kali, sajian seni kreatif khas lokal oleh warga yang ciamik, kuliner tradisional dan oleh-oleh khas Yogyakarta, medali yang unik dan beda, serta penyelenggaraan yang lebih dari sekedar lomba. Ayo apalagi?
Saya rasa itu semua sudah cukup untuk menjadikan Mandiri Jogja Marathon jadi event tahunan, dan layak jadi rekomendasi list agenda lari tahunan buat kalian para runner atau kalian yang ingin berolahraga sambil berbudaya. Tahun depan, jangan sampai nyesel lagi karena nggak sempet ikut Mandiri Jogja Marathon. Sampai jumpa Mandiri Jogja Marathon 2020!
Terakhir, buat Mandiri Jogja Marathon, I love you 3000 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H