Di kota-kota besar di Indonesia sama halnya di Malang pastinya punya kejenuhan yang sama. Macet,polusi dan panas memang jadi keluhan setiap orang. Padahal beberapa tahun yang lalu kota Malang masih bisa dibilang "seger" dan nyaman jadi kota yang layak "dihuni" makanya dulu punya cita-cita buat sekolah di sana.Pada akhirnya cita-citanya itu kewujud tapi "it's look different",bahkan aku sempet bingung. "Ini beneran malang apa surabaya sih?" Jika menengok jam-jam berangkat sekolah pasti macet dan beberapa titik tertentu pastinya di sekitar UB macet.
Sebenarnya sempat punya mimpi nih, " kagak peduli ane mau dibenci apa nggak buat maksa orang lebih giat dan bikin ni kota tertata rapi dan seger". Meski aku termasuk pengguna sepeda motor tapi aku biasanya cari celah buat jalan kaki ke kampus walupun terbilang sangat jauh jaraknya. Bahkan ketika aku mau muterin kampus atau mau ke fakultas lain yang bisa dibilang lumayan lah jaraknya buat jalan kaki ,aku tetap jalan kaki meski yang lain pakai motor atau bahkan mobil. Ya ampun ,apa orang indonesia kebiasaan hidup hedon atau apa sih. Kadang ada temen nih , dia dari apartemen ke fakultas ekonomi aja pakai mobil. Okey , aku bakal nggak komen kalau misal dia juga bawa koper ,tas-tas besar atau bahkan buku-buku sekardus itu diangkut pake mobil. Tapi kalau misal alasannya " panas" oh my god, apa perlu ane bawain payung? Oke beberapa keluhan yang terkadang sangat menyebalkan tapi cita-cita ku di sini adalah ingin pergi ke kampus dengan jalan kaki dengan nyaman walaupun ini memang pastinya hanyalah mimipi berhubung sebentar lagi aku lulus ,amin. So , aku tidak bisa menemukan kenyamanan ini. Selain polusi juga banyak sekarang ruko-ruko yang sengaja membuat pepohonan itu mati dengan cara dikasih racun (it's real). Kalau ditebangkan bisa dihukum. Jadi kesannya tambah panas nih jika jalan dipinggir jalan raya dan juga pasti minat para pejaan kaki juga turun.Ditambah kondisi trotoar adalah bukan trotoar tapi jalan "makadam" yang penuh tantangan. Karena fungsi trotoar ini bisa dibilang "absurd" atau emang trotoar di jalan suhat itu tidak ada. Kadang dibuat parkir,dibuat jualan atau bahkan ada trotoar tapi ternyata itu adalah jalan bebatuan yang berasal dari bongkahan material trotoar. Jadi kesannya mau jalan kaki tambah males. So,jangan salahkan masyarakat juga kalau malas buat jalan kaki karena keberadaan dan dan kenyamanan trotoarsaya masih kurang jadi tolong beri kami ketertarikan untuk bisa tertarik akan hal itu. Semacam seperti di jepang maupun negara-negara maju. Walaupun mereka bukan negara tropis yang bisa menyebarkan tanaman dengan mudah tapi di setiap jengkat trotoar itu bisa rindang. Hayoo,kok bisa? Mari cari tahu. Trotoar-trotoar disana juga lebih lebar karena jalanan disana emang ditujuakan bagi pejalan kaki. Kedua, aku bahkan sangat jarang memakai angkutan umum untuk ke kampus. Soalnya hampir sangat jarang banget angkutan kota itu lewat karena berhubungan perumahan ini agak pelosok di tengah kota. Sempat berpikir "ane mau buat tender buat para bos-bos angkot , ane buat beberapa titik halte angkot yang udah ane siapin jadwal kedatangan angkot walaupun halte-halte itu sampe pelosok. Angkot yang bisa datang ontime ,ane kasih subsidi BBM deh atau bahkan angkot2 yang menang tender itu dibagusin" soalnya saya sebagai masyarakat ini sudah cukup bosan di php terus sama angkot yang tak tahu kapan dia akan datang. So , saya harap ke depannya ini kota bisa lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H