Kuhampiri sang mata tajam. Wajah'a tak begitu bersahabat. Sempat berbincang dgan nada netral, tiba2 kawanan relasi'a datang menghampiri, aku terajak untuk menepi di sebuah lorong tua, ajakan mereka terlihat meyakinkan. Empat kawanan lelaki metal itu mendadak beringas, nada bicara'a tak lagi rendah, dia membentak, dgan inti'a mereka tak suka dgn apa yg aku dapatkan. Tak kumengerti kenapa. Tak lama hantaman pada rahang kiri datang. Wajahku terlempar ke kanan dengan sedikit darah bersahutan searah, datang pula dari kanan. Terus berulang2 hingga ku terengah2, mereka secuil mengiba membiarkan ku bernafas. Bagai kuteguk air laut. Diminumpun menyakitkan. Tak lama hantaman tajam bersemayam pada ulu hati, baru kali ini ku terjatuh. Mereka tertawa-tawa sambil menegak sedikit miras. Seorang gadis datang yg menjadi lawan bicara ku di taman. Dia menepukkan kedua telapak tangan'a pada seorang lelaki pihak lawan. Aku hanya terhenyak sesekali mengaduh dan meraba bekas pukulan. Senyum'a berubah kecut saat menatapku. Persekongkolan yg terencana. Saat tepat mengoyak mangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H