Mohon tunggu...
mochhasan
mochhasan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

SKS.. Ngak Apalah..!!

10 Mei 2010   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:18 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Title "mahasiswa" ternyata tidak sertamerta menjadikan kita lebih dewasa, lebih mampu bersikap, dan terutama lebih mampu memanfaatkan waktu. Mereka, mahasiswa yang dianggap sudah mencapai tingkat kedewasaan, ternyata tidak jauh berbeda dengan pelajar tingkat dasar atau menengah. Kedewasaan yang diukur dengan bertambahnya umur, meningkatnya intelektualitas, dan kemandirian diri, baik itu dari segi finansial maupun sosial ternyata tidak serta merta merubah tabiat mahasiswa. Buktinya ya sks itu... tidak perlu mencari contoh jauh-jauh. misalnya teman dekat satu kosan dengan saya dan saya sendiri (suara merindik). Padahal ratusan tahun lalu mbah benjamin asal paklik Sam pernah mengatakan kiat kesuksesannya, " never say tomorrow what can be done today". Akan tetapi ya... begitulah, tetap saja sks.
Tapi kalau dilihat lebih cermat, sks bukanlah suatu yang pasti hitam, pasti salah. Tidak, itu tidak benar. Pada tataran tertentu, sks merupakan keahlian khusus. Maksudnya kemampuan untuk melakukan sks, merupakan nilai tambah bagi pengunanya. Mau bukti... ? di saat ujian sesemter kurang satu minggu, saya bertanya pada kawan saya," Dul, sampean dah ada bahan untuk intermediate financial accounting ngak, contoh-contoh soal kek?" namanya Abdul, dia sedaerah, sama-sama asli jawa.
"belum ada..., besok kamis aja cari di kopian Lentera, kalau hari ini males mau cari kopian..., masih rame", Abdul keluar pintu kampus bagian barat. "Kon wae Wul. Kamu sajalah yang cari dulu, nanti aku kopi darimu... Oke?" Abdul mengacungkan jempol jarinya. Senyumanya mengambang. Kecut.
"Ndasmu kuwi Cukkk... cuk. kon penak-penaan bali nang kosan, aku mbok kon golek kopian, rupamu... ha..ha..", aku menoleh ke arah Abdul. Dia mengumbar senyum. Senyum kejujuran.
Setelah satu jam berdiri antri, tiga kopian soal semester dan kopian draf IFRS sudah ditangan. "ini Bang...", saya menyerahkan dua lembar lima ribuan. "terimaksih Bang", saya menerima kembalian satu lembar uang dua ribuan. Aku melengang keluar, ah... lumayan bisa buat bahan untuk ujian. Jarum jam menunjukan pukul enam kurang lima menit. Di pikiranku hanya terngiang, "pulang..., makan..., shalat..., tidur... huh...".
"Tittt..tit....titttttt" jam alarm HP buntut berbunyi merusak ketentraman tidur. Kututup kepalaku dengan bantal. "Heh....eh" aku ambil HPku, kupasang alarm 30 menit lagi. Kalau tidak salah, ini sudah kali kelima aku undur bunyi alramku, berarti 2,5 jam lewat dari rencana awal. "gek arep tangi jam piro...? Meh subuhan kae. Ni..., aku tadi beli gorengan pisang", Abdul menyodorkan sepiring pisang goreng. "hem..hemm...." aku merem melek dengan senyum mengembang. "wudhu sana, kalo masih ingat gusti Allah yo shalat dahulu", aku mengambil gorengan dan menuju kamar mandi.
"Dul... wes rampung nomer piro?", aku berselonjor di depan Abdul, nyruput teh celup.
"Wul..., sudah lihat silabus belum?" Abdul melirik ke arahku. Manusia ini ditanya kok malah ganti bertanya. Tapi aneh juga, satu semester sudah hampir lewat, kuliah dosen sudah habis. Tinggal ujian besok senin. Dan aku belum melihat silabus. Uh...
"belum, emang ada apa?" aku menyomot satu pisang goreng. Mulutku menguap masih ngantuk. " Lihat dulu deh... kalau menurut silabus ada tugas akhir semester. Sepertinya disuruh mengerjakan tugas dari asisten dosen. Kalau menurut silabus ada 4 tugas dan dikumpulkan satu sebelum minggu semester"
Aku hanya melirik Abdul, mulutku membentuk huruf ‘O' dan "ooo... terus kenapa?" aku mengambil bantal leyehan sambil membaca lembaran kopian soal
"kayaknya asdos kita ngak pernah kasih tugas deh... emang kon wes pernah mengumpulkan tugas?" mata Abdul terlihat serius. Aku mengeleng, "lha kalau kamu saja belum mengumpulkan, apalagi aku tho Dul?" aku mencoret-coret lembaran kertas, hah... satu soal selesai. "kalau tidak pernah dikasih tugas berarti ya... ngak ada tugas. Gitu aja kok bingung sampean iki Dul..."
"kon eruh ko endi? Ada yang ngomong begitu...?"
"tidak ada. insting manusia sakti... ha...ha... ha... tapi kadang-kadang instingku salah. Ya... kamu tanya yang lainlah..." aku sendiri tidak yakin tidak ada tugas, mungkin aku dan Abdul saja yang kurang info. Tapi ya... sudahlah," sudahlah Dul..., pikir nanti saja. Besok ada tambahan asis ngak?"
"ngak ada, kemarin waktu kamu cabut asis terakir" Abdul hanyut dalam bukunya sendiri. Aku sendiri meneruskan mengerjakan soal selanjutnya.
"Wull....Kriwull.. tangi...tangi... ini ada jarkom dari Ridlo. katanya ada asistensi terakir.... OE...OE... bangun" suara Abdul terdengar cempereng," ya..ya.... yo...yo...."mataku masih ngriyip-ngriyip. "Aku mandi dulu..." suara Abdul terdegar dari kamar mandi. Aku melihat HP buntutku. "uh... sudah pukul 11 siang lebih". Aku bangun. menunggu antri mandi makan pisang goreng yang masih tersisa tadi malam. Nyam....
Kelas terakhir sebelum ujian memang terlihat berbeda. Paling tidak telihat antusiaisme yang terpampang dari muka-muka mahasiswa. Termasuk mahasiswa agak pemalas seperti Abdul dan aku (lirih). Mungkin hadist nabi yang menganjurkan makan sampai remahan terakir karena keberkahan makanan biasanya ada di remahan terakhir sepertinya cocok dan sesuai dengan kelas kali ini. Bedanya kelas akhir biasanya memberi gambaran samar-samar tentang soal yang besok diujikan. Maklumlah ujian semester merupakan suatu yang sakral bagi kami. Di semesteranlah nasib kami banyak ditentukan. That is why the last class is so special to us, tidak terkucuali kelas hari ini. Tapi tentu saja, the last class tidak selalu sesuai dengan harapan kita semua.
"ehemm..." suara Kak Rio, asdos kelas kami,"sudah pada lihat silabus kan...?" matanya agak redup sepeti dokter yang mau menjatuhkan vonis kepada pasiennya. Wajahnya sayup santun tapi terlihat sorot matanya yang penuh ketegaan. Tidak ada kompromi, tidak ada tawar-menawar."saya fair aja... jadi berdasarkan kesepakatan bersama..." glek... glek... terdengar sebagian besar teman satu kelas menelan ludah, " kalian harus mengerjakan 4 tugas akhir"
"ha....... Wah......" suara terdengar berirama. "janganlah Kak... kan besok senin sudah ujian, sekarang sudah hari rabu" terdengar suara dari barisan depan," iyalah kak... ini terlalu mepet waktunya" tambah yang lain. Aku melirik Abdul, dia tanpa ekspresi biasa.
"ini tugasnya sudah diupload, kalian bisa mengerjakan mulai besok sore lewat CML. Kalian lihat di course 8 sampai 12. Dah tidak ada tawar-menawar lagi. Terakhir pengumpulan hari minggu jam 11 siang. Hanya itu yang ingin saya sampaikan di kelas akhir ini" wajah Kak Rio tetep saja terlihat sejuk, tapi ya itu wajah teganya juga terlihat jelas. Sementara aku lihat teman sekelilingku yang memasang wajah melas. "kalau sudah jelas boleh keluar, terimaksih..."
"eh... " terdengar suara kak Rio kembali. Ini yang kutunggu. waktunya kisi-kisi soal ujian. ‘Yes... yes...' tidak rugi aku masuk kelas terakhir, "tolong yang hari ini tidak masuk dikasih tahu tugasnya Oke...? Sudah boleh bubar" ha... ah... hanya itu... aku hanya tersenyum. Senyum kecut. Aku melirik Abdul. Dia hanya mesem dan terdengar samar-samar," untung biasa SKS, yuk cari makan dulu di warung Bu soleh" aku berjalan... tenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun