Mohon tunggu...
Moch DeniSupiyani
Moch DeniSupiyani Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa

Manusia Biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjemput Ilmu atau Menunggu Ilmu?

23 Januari 2021   15:16 Diperbarui: 23 Januari 2021   15:21 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjemput ilmu atau menunggu ilmu?

Allah senantiasa meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan juga orang yang menuntut ilmu. Ini seperti yang Allah firmankan dalam surat Al mujadilah ayat 11 yang artinya :

".. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dikutip dari buku terjemahan Kitab Adabul 'alim wal Muta'allim karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, maksud ayat di atas adalah Allah SWT akan meninggikan derajat para ulama di antara kalian, dikarenakan telah mampu menyatukan ilmu dan amal sekaligus.

Ilmu dan amal merupakan komponen yang saling berhubungan. Seseorang yang berilmu haruslah mengamalkan ilmunya, dan orang yang beramal haruslah dilandasi dengan ilmu. Karena dalam sebuah 'ibaroh disebutkan.

" "

Artinya "Setiap orang yang beramal tanpa dilandasi ilmu, maka amalannya ditolak tegasnya tidak diterima"

Tujuan ilmu adalah merealisasikan ilmu tersebut, sehingga muncullah istilah "Ilmu amaliah dan Amal ilmiah" yang maksudnya adalah Setiap ilmu harus diamalkan dan setiap amal harus dilandasi ilmu.

Keutamaan ilmu pun dijelaskan pula dalam hadis nabi. Sebelumnya diceritakan kepada Nabi tentang dua orang yang berbeda tingkatan, yaitu ahli ibadah tapi tidak berilmu, dan seorang lagi Ahli ilmu. Lalu Nabi bersabda :

"Keutamaan orang berilmu terhadap ahli ibadah (yang tidak berilmu) seperti keutamaanku terhadap manusia yang paling rendah diantara kalian". Hadis ini Shahih dan terdapat dalam Sunan At Tirmidzi, Sunan Ad darimy, Mu'jam Al kabiry dan kitab-kitab matan lainnya.

Ka'ab Al Akhbar RA pun pernah berkata dalam kitab yang sama bahwa "Seandainya pahala majlis ulama' itu terlihat oleh manusia tentu mereka akan saling berperang (memperebutkan majlis tersebut). Sampai-sampai setiap orang yang berpangkat akan meninggalkan jabatannya, dan setiap penghuni pasar akan meninggalkan pasarnya". Demikianlah keagungan ilmu dalam islam.

Tatakrama adalah perlakuan baik dari manusia ke manusia lainnya, khususnya kepada yang lebih tua dari kita. Dalam islam, menuntut ilmu tidak akan sempurna jika tidak dilandasi pula oleh tatakrama atau etika. Dalam Kitab Ta'lim Muta'alim dijelaskan

"Dan dari salah satu mengaggungkan ilmu adalah mengaggungkan Guru". Mengaggungkan guru disini adalah hormat atau patuh terhadap perintah sang guru. Bukan hanya patuh dalam melaksanakan ilmu, tetapi juga patuh dalam berperilaku. Seperti bertatakrama dalam komunikasi terhadap sang guru, tidak mendahului penjelasan sang guru, dan masih banyak lagi tatakrama berprilaku seorang murid kepada sang guru yang akan saya jelaskan di paragraf berikut. Ini semua dilakukan, bukan tanpa alsan. Melainkan ini semua adalah upaya sang murid untuk senantiasa meraih keberkahan ilmu dan meraih ridha guru. Karena sepintar apapun seorang murid, kalau tiada ridha dan berkah guru, maka ia bukanlah apa-apa.

Menjadi seorang Santri/murid tentunya menyenangkan. Hidup bersama-sama, permasalahan ibadah tak perlu khawatir karen selalu ada yang mengingatkan. Pun dalam hal tatakrama atau adab menjadi seorang santri. Banyak sekali adab yang wajib diketahui oleh seorang santri. Salah satunya adalah menunggu kedatangan Sang guru di majlis. Menunggu Sang guru di majlis saat hendak mengaji merupakan salah satu adab yang harus diperhatikan oleh santri. Karena itu termasuk upaya untuk mendapatkan ridha dan berkah dari sang guru. Sangat tidak etis apabila guru lah yang menunggu santri untuk datang mengaji. Karena hakikat kita datang ke pesantren adalah karena kita butuh kepada ilmu dan ahli ilmu.

Di zaman modern sekarang ini banyak sekali cara untuk kita mencari ilmu. Belajar tatap muka secara Online menggunakan gadget adalah salah satu upaya yang populer di masa pandemi ini. Kalau di paragraf sebelumnya saya sebutkan bahwa menunggu Sang guru di majlis ketika hendak mengaji adalah termasuk adab, lalu bagaimana untuk mereka yang menerapkan istilah Home Schooling? Home Schooling adalah upaya pembelajaran dimana pengajar lah yang datang kerumah kita. Apakah menyalahi adab seorang murid kepada guru walaupun hanya sekedar pembelajaran materi duniawi?

Dalam Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim karya Sang Pendiri Ormas NU mengatakan :

"Sudah populer cerita tentang salafus-shalih dengan para khalifah dan lainnya, sebagaimana diriwayatkan dari Imam Malik bin Annas RA, beliau berkata "Saya masuk ke kediaman (khalifah) Harun Al Rasyid, lalu dia berkata kepadaku:" Wahai Abu Abdillah, sebaiknya engkau pulang pergi kesini sehingga putra putraku bisa mendengarkan Al-Muwattha' (darimu)."

Saya menjawab "Semoga Allah memuliakan khalifah. Sesungguhnya ilmu ini keluar dari (diri) kalian. Jika kalian memuliakan ilmu, maka ilmu menjadi mulia; dan jika kalian merendahkan ilmu, maka ilmu menjadi hina. Ilmu itu mendatangi, bukan didatangi (kepada orang yang belajar)". Khalifah Harun Ar rasyid berkata: "Anda benar. Keluarlah kalian (wahai putera-puteraku!) menuju ke masjid sehingga kalian ikut mendengarkan ilmu bersama para hadirin".

Dari kutipan cerita tersebut, telah terjawab bahwa tidaklah layak bagi seseorang untuk meminta Sang guru datang kerumahnya untuk mengajari ilmu. Menurut saya, dalam hal agama ataupun bukan, sangat tidak etis apabila murid meminta Sang guru mendatangi rumah kita untuk mengajari ilmu jika tidak ada udzur. Kutipan selanjutnya datang dari Syihabuddin Al-zuhry RA, beliau berkata "Kehinaan bagi ilmu adalah ketika pendidik membawanya ke rumah pelajar. Apabila hal itu dilakukan karena kondisi darurat atau membawa mashlahah yang lebih banyak dibanding mafsadah, maka tidak mengapa membawa ilmu ke rumah pelajar, selama kondisi memang seperti itu". Lebih jelas lagi dikatakan, bahwa boleh saja membawa Sang guru kerumah untuk mengajari ilmu apabila dalam kondisi darurat atau lebih banyak keburukan daripada keuntungannya. Maka boleh boleh saja melakukan Home Schooling. Walaupun memang jarang atau bahkan tidak ada penerapan Home Schooling dalam kehidupan santri, tetapi setidaknya ini menjawab mengenai materi duniawi.

Kesimpulannya, barangsiapa mengaggungkan ilmu Allah maka Allah akan mengaggungkannya dan barangsiapa menghina ilmu, maka Allah akan menghinakan orang itu. Hendaknya kita terus mengaggungkan Ilmu dan Ahlinya, karena hal itu merupakan komponen yang sangat penting dalam Tholabul ilmi. Hindari membawa Sang guru ke rumah untuk mengaji, karena itu merupakan salah satu bentuk "Su'ul adab" atau jeleknya etika yang tentu saja bisa memperhambat kita dalam meraih ridha guru. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun