"Permisi, apakah Anda tahu, Kakek yang duduk di sebelah Anda barusan?" Tiba-tiba seorang pelayan kafe kembali dan bertanya kepadaku.
      "Ah, sudah pergi, barusan saja."
      "Begitu rupanya."
      "Apakah kakek tadi lupa membayar? Pakai uang saya saja."
      "Oh, bukan begitu. Saya hanya ingin memastikan agar beliau tidak lupa untuk makan."
      "Sepertinya Kakek itu sering datang ke taman ini. Sampai Anda peduli benar dengan Kakek tadi."
      "Tentu saja saya peduli, terutama ini adalah hari peringatan kematian istri dan anaknya. Biasanya beliau akan sangat sedih. Padahal sudah sangat lama." Aku sedikit merasa bersalah karena terlalu banyak membicarakan keluarga tadinya.
      "Malang sekali, maaf, meninggal ...?"
      "Kecelakaan, di tempat ini. saya bahkan tidak bisa melupakan ketika beliau, tangannya gemetar, sambil membawa permen kacang kesukaan anaknya," pelayan itu bercerita sambil mengambil nafas dalam.
      "Kasihan sekali Kakek itu, Bahkan untuk sekedar makan beliau sampai melupakannya. Bila begitu saya ingin sekali membayarkan kopi yang dipesannya tadi," aku sempat iba.
      "Itu soal yang berbeda, beliau adalah pemilik dan pendiri kafe kami, tapi untuk kebahagiaan beliau justru tidak memilikinya."