Mohon tunggu...
Mocha Soleh
Mocha Soleh Mohon Tunggu... Musisi - Menulis, Membaca, Bermusik, Mengajar, Berpetualang, bersedih, kemudian berbahagia.

Bangkit dari patah hati memang susah. Tapi, akan terlihat lebih susah jika gak bangkit-bangkit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merindukan dalam Sunyi Sembari Bersembunyi

28 Juli 2020   12:21 Diperbarui: 29 Juli 2020   10:04 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setalah aku lihat kalender di meja kerja, angka menunjukan 11 April 2018. Hari biasa tak beda jauh dengan hari-hari seblumnya. Cuma ada sedikit corak dalam setiap harinya. Aku kembali satu ruangan kerja dengan Dea. Ya, meskipun tidak hanya dengan Dea, ada juga yang lain. Setidaknya aku bisa mengintip paras eloknya dan tubuh moleknya yang membuat tidurku mulai tak nyenyak. Tepat jam 12:00 WIB. Matahari dengan garis lurusnya di atas kepala yang mengartikan sudah waktunya istirahat.

Dalam dialog siang bersama rekan kerjaku Angga. Kita banyak mengulik hal seputar pekerjaan. Tak luput juga kita sering membahasa perempuan, tak masalah kita laki-laki normal yang masih punya nafsu.

"Ric, kamu tau kalau rekan satu devisi kita ada yang bersaing memperebutkan Dea?" tanya Angga kepadaku.

"Iyakah? Aku gak tau tuh, siapa memang yang berkompetisi?" jawabku yang merasa ketakutan. Antara takut kalah bersaing dan takut kehilangan.

"Wahyu dan Yohanes" sautnya kepadaku.

Sontak saja aku mulai panik. Karena yang bersaing adalah ketua tim devisi Wahyu dan Yohanes. Mereka berdua yang paling banyak disukai rekan kantor antar devisi. Aku, yang mempunyai wajah serba pas-pasan, kemampuan serba pas-pasan, dan harta yang serba pas-pasan pula. Rasanya tidak mungkin bersaing dengan mereka berdua. Pastinya aku akan kalah sebelum persaingan dimulai.

Saking takutnya dan paniknya aku. Aku memberanikan diri untuk menghubungi Dea. Meski obrolanku hanya sebatas topik pekerjaan. Karena jika aku membahas dan mencoba membuka topik lain dia tak akan pernah membalas pesanku. Aku belum memilikinya, hanya sebatas menatapnya dan menjadi temannya aku sudah bisa merasakan luka.

Dua minggu kemudian aku mendengar berita bahwa Wahyu pemanangnya. Dia menjadi laki-laki beruntung bisa memilikimu. Bisa setiap saat melihat mata coklatmu yang berbinar. Bisa melihat setiap saat wajah elokmu dan tubuh molekmu. Aku, hanya menjadi penonton di atas tribun. Melihat adegan mesra yang sering kalian lakukan bak aktor dalam pementasan.

Kita yang satu ruangan, bahkan ketika berpapasan kita tak pernah bertegur sapa. Entah, seleramu yang tinggi atau kau mencoba menjaga perasaan kekasihmu. Aku rasa kau kan melakukan kedua-duanya. Melihat kalian berdua sama halnya menonton film Titanic. Tak akan terpisah sampai maut yang memisahkan. Aku, yang hanya bisa mencintaimu dalam sunyi sembari bersembunyi. Tak henti-hentinya mencoba baik-baik saja. Meski rasanya cemburu seringkali memburu perasaanku.

Sepuluh bulan kemudian. Aku dengar cintamu berakhir dengan Wahyu. karena Wahyu kau dapati kencan dengan perempuan teman satu devisi yaitu Rista. Yang awalnya cintaku bertepuk sebelah tangan, hampir aku bertepuk dengan dua tangan sambil tersenyum. Tapi, aku sebagai laki-laki tak mungkin sejahat itu. menertawai hatimu yang sedang berduka. Aku ingin menjadi pundak untukmu bersandar. Tapi lagi-lagi aku harus bertemu dengan kata sadar. Sadar bahwa aku tak layak memilikimu dan sadar bahwa kau tak mungkin jadi kenyataan.

Di dunia khayalanku, kau adalah kekasihku. Kau yang selalu aku bawa kemana-mana. Aku yang menjadi tempat kau bercerita dan kau menjadi rumah tempat rinduku pulang. Memang kau tak tahu jika aku merindukanmu, tapi rindu itu tau siapa pemiliknya. Aku yang berusaha berjalan tegak walau sebenarnya rasa ini sudah sempoyongan karena terlalu mengharapkanmu. Meletakkan rasa dihadapanmu sama saja meletakkan boom atom di mulutku, bisa meledak dan menghancurkan sewaktu-waktu. Untuk itu mana aku punya nyali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun