Mohon tunggu...
Muhammad Syaiful Arif
Muhammad Syaiful Arif Mohon Tunggu... Editor - Maha Santri

Manusia Halu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kompilasi Konsep Teologi Wahyu dan Akal ala Abu al-Hasan al-Asy'ari

2 November 2020   15:10 Diperbarui: 2 November 2020   15:26 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aliran Mu'tazilah populer dengan meragukan keabsahan kandungan al-Qur'an dan hadits, aliran Mu'tazilah ini menggunakan ilmu filsafat yang berangkat dari filsafat akal dengan taraf pemahaman mereka sendiri. Jika al-Qur'an tidak relevan dengan akal, maka Al-Qur'an yang disalahkan, dan keputusan akal yang diambil. Menurut mereka, akal mempunyai kebenaran yang bersifat mutlak.
 
Lambat laun faham Mu'tazilah menyebar dengan pesat bahkan mempunyai kekuasaan dan dijadikan madzhab resmi pada masa Khalifah Ma'mun dan al Mu'tashim bin harun Ar Rasyid. Di zaman Al Mu'tashim bin Harun Ar Rasyid memaksa para ulama untuk mengatakan al qur'an itu makhluk bukan qadim.

Aliran Mu'tazilah mendapatkan sebuah apresiasi yang tinggi dari pemerintahan pada masa itu, yang pada akhirnya mayoritas para ulama menyesal karena telah memberikan suatu kebebasan yang menitikberatkan secara mutlak pada akal dalam memahami persoalan-persoalan dalam Islam. Sehingga menimbulkan satu kondisi yang tidak sesuai dengan konsep ilahiyyah.

Di tengah-tengah panasnya percaturan politik dalam islam dan munculnya sekte-sekte maupun faksi-faksi dalam tubuh Islam, Abu Al-Hasan Al-Asy'ari naik ke permukaan dengan menawarkan manhaj salaf yang sesuai dengan ajaran Rasulullah dan sahabatnya, serta salaf ash-shalih. 

Konsep ajarannya disebut sebagai representasi Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama'ah setelah wafatnya Al-Auza'I, Sufyan Ats-Tsaury, At-Thahawy, dll. Dengan hadirnya pemahaman aqidah ahlussunnah wal jama'ah dengan segala problematiknya, memberikan perubahan yang begitu besar di kalangan umat Islam yang mengkompilasikan antara wahyu dan akal serta memberi porsi yang baru sebagai reaksi atas Mu'tazilah yang memenangkan ego atas rasio akal.
 
Mentakwil dari kitab Ittihaf Sadatul Muttaqin karya Sayyid Murtadlo Az-Zabidi bahwa yang dimaksud Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah penganut faham Abu  Al-Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi

Aliran Asy'ari merupakan Aliran teologi yang paling banyak diikuti masyarakat muslim di dunia. Di Indonesia sendiri, pemikiran Asy'ariyyah berasal dari Timur Tengah dan Persia. Asy'ariyyah dinisbatkan pada pengikut pemahaman ala Abu Al-Hasan Al-Asy'ari.

Nama Asli beliau adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Barda bin Abi Musa Al-Asy'ari, beliau merupakan keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari. Al-Asy'ari dilahirkan pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M, Al-Asy'ari lahir di kota Basrah, tetapi sebagian besar hidupnya di Baghdad. Imam Abu Al-Hasan dahulunya merupakan penganut faham Mu'tazilah, beliau mendalami aliran ini selama 40 tahun. Beliau juga mempunyai banyak karya tentang aliran Mu'tazilah. Syech Nawawi mengatakan dalam kitabnya Fath Al-Majid bahwa yang beliau tulis tentang faham Mu'tazilah lebih mendominasi ketimbang pemikiran manhaj salaf. Hal ini karena beliau sudah menekuni teologi Mu'tazilah sejak kecil, sejak Ibu beliau menikah dengan  Abu Ali Al-Jubba'i yang merupakan tokoh sentral ulama' Mu'tazilah.

Menurut pandangan Imam Abu Hasan al-Asy'ari bahwa konsep yang diterapkan aliran Mu'tazilah akan mengakibatkan hancurnya islam dan metode tekstualis muhaddisin dan kawan-kawannya yang juga akan mengakibatkan kemunduran Islam dan menjadi jumud. Tak lepas dari itu, hal ini juga membuat umat Islam terpecah belah menjadi beberapa sekte. Konsep Asy'ari dalam menarik kesimpulan terkait al-Qur'an dan As-Sunnah tidak menafikan 'aql. Penggunaan 'aql dalam memahami dan membela syari'ah adalah suatu keharusan, bukan suatu kesesatan. Dalam persoalan agama, kita bisa saja menggunakan dalil 'aqli dan dalil naqli. Ada beberapa persoalan yang memerlukan dalil 'aqli, dan ada pula yang tak mungkin dipahami kecuali dengan dalil naqli. di samping itu, ada juga yang memerlukan kedua macam dalil tersebut ('aqli dan naqli).

Imam Abu al-Hasan Asy'ari mampu mengkompilasikan antara wahyu dan akal dalam memahami serta mempraktekkan ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Secara Normatif, Wahyu dan akal ialah dua  potensi yang mempunyai legistimasi dari tuhan agar dapat di kaji dan di gunakan untuk menambah keyakinan, pengetahuan, dan pemikiran manusia. Konsep yang diterapkannya membuat pemahaman ini banyak di terima khalayak umum bahkan tetap eksis hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun