Mohon tunggu...
Mochammad Ronaldy Aji Saputra
Mochammad Ronaldy Aji Saputra Mohon Tunggu... Guru - Pelajar Sepanjang Hayat

Guru Sejarah MAN 2 Kota Malang Anggota Pergunu (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jan Pieterszoon Coen dan Genosida di Kepulauan Banda 1621

8 Februari 2024   12:25 Diperbarui: 8 Februari 2024   12:37 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Artikel ini merupakan hasil review dari buku Marjolein van Pagee yang berjudul "Genosida di Pulau Banda 1621: Kejahatan Kemanusiaan Jan Pieterszoon Coen". Buku ini sebetulnya telah terbit pertama kali pada tahun 2021 yang diterbitkan oleh Uitgeverij Omniboek dengan judul asli "Banda: De Genocide van Jan Pieterszoon Coen". Kemudian bulan Januari 2024 diterbitkan kembali dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Komunitas Bambu.

Buku ini sangat menarik dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk melengkapi materi sejarah Indonesia yang bertopik kolonialisme bangsa Eropa. Ketika kita mempelajari sejarah Indonesia di SMA, khususnya topik kolonialisme bangsa Eropa, tidak terlepas dari kaitannya dengan sumber daya alam di Indonesia yaitu rempah-rempah. Bagi para pelaut Eropa rempah-rempah itu sangatlah bernilai, sehingga mereka melakukan penjelajahan samudra. Bahkan Belanda sendiri mengarunginya ke Indonesia hingga puluhan ribu kilometer.

Penjelajahan selama ribuan kilometer yang dilakukan oleh bangsa Eropa melahirkan kolonialisme. Rempah-rempah dimonopoli hingga mengeruk banyak kekayaan hingga jutaan euro. Bahkan, VOC sendiri mengeruk keuntungan hingga ribuan triliun dari monopoli perdagangan pala.

Meskipun monopoli perdagangan pala dilakukan untuk mendapatkan kekayaan, tetapi perang tidak kalah penting untuk dilakukan. Pembantaian dan pembantaian untuk mendapatkan kekayaan sebesar-besarnya dan merayakan kejayaan (gospel). Bahkan tokoh VOC seperti Jan Pieterszoon Coen dianggap sebagai tokoh pahlawan. Padahal banyak sekali kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Coen, salah satunya adalah Genosida di Banda pada tahun 1621. Dalam konteks ini, Marjolein van Pagee menulis buku tentang "Genosida Banda: Kejahatan Kemanusiaan Jan Pieterszoon Coen". Melalui buku ini van Pagee mengungkapkan kejahatan genosida yang dilakukan oleh salah satu pimpinan VOC, yaitu Jan Pieterszoon Coen terhadap masyarakat di Kepulauan Banda pada tahun 1621.

Pada buku ini van Pagee mengawalinya dengan mendeskripsikan gambaran tentang kepulauan Banda secara geografis. Kepulauan Banda merupakan sebuah kepulauan yang kecil, tetapi sangat berarti bagi kerajaan Belanda. Hal ini dikarenakan pulau ini merupakan target perburuan rempah-rempah selama abad ke-17. Pada tahun 1608, Heeren Zeventien dalam suratnya menyebut Kepulauan Banda adalah sasaran.

Kepulauan Banda memiliki potensi sebagai sentra rempah-rempah yang paling mahal. Pala dan bunganya, lada, dan cengkih dibidik oleh bangsa Eropa lainnya. Keuntungan yang besar diperoleh dengan cara memaksakan kehendaknya, yaitu dengan monopoli, kekerasan, dan genosida.

Jan Pieterszoon Coen bagi van Pagee adalah pendasar kolonialisme Belanda di Nusantara. Bahkan Coen mengatakan bahwa "tiada perdagangan tanpa perang, tiada perang tanpa perdagangan". VOC memaksa Banda berhenti berdagang dengan bangsa lain. Namun, penduduk Banda menolak monopoli dengan VOC. Hal inilah menyebabkan VOC memutuskan dengan cara kekerasan. Pada tahun 1621 Coen bersama pasukan sewaannya membantai secara massal penduduk Kepulauan Banda. Dengan demikian penduduk Banda banyak yang melakukan diaspora untuk menghindari kekejaman Coen dan pasukan sewaanya.

Buku yang ditulis oleh van Paage juga menyinggung salah satu tokoh yang dikenang sebagai pendiri hukum internasional, yaitu Hugo de Groot. Hugo de Groot bertindak sebagai penasihat hukum dewan VOC. Hugo de Groot terus membanggakan komitmennya kepada Kompeni hingga akhir hayatnya. Setelah terjadi genosida di Banda dan sampai ke telinganya, dia tetap tidak berubah pikirannya. Bahkan dalam konteks peristiwa Banda, de Groot menyarankan bahwa orang Banda berutang kepada Tuhan untuk berbagi pala dengan orang lain. Bagi de Groot perolehan barang dari belahan dunia lain, merupakan hal penting yang baru saja dipikirkan oleh Tuhan.

Dengan demikian, buku ini menunjukan bagaimana peristiwa genosida di Kepulauan Banda itu terjadi. Pada buku ini VOC menjadi kekuatan untuk menancapkan praktik kolonialisme. Dalam praktiknya yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara, sebagaimana yang dilakukan oleh Jan Pieterszoon Coen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun