Seperti pelangi yang kehilangan warnanya. semua seolah menjadi abu-abu. Tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa keinginan untuk melakukan apa pun. Pandangku kosong, hanya menatap langit sore dibalik jendela dan kesedihan yang sedari tadi meluap dengan sendirinya. Tepat beberapa detik setelah itu, aku hanya mampu menghela napas panjang. Kemudian bergumam seraya menghapus tangis, "Sial, sayangku masih milikmu." Ketahuilah, aku ingin mencintaimu setiap hari. Menjadi sandaran saat kamu bersedih. Mengalah untukmu, tak peduli jika kau bersalah. Sebesar apa pun, sejahat apa pun, aku siap memaafkanmu untuk kesekian kalinya.
Lalu lewat tulisan ini, aku mendoakanmu. Merayu tuhan untuk menjaga lelapmu. Menguatkanmu disaat kamu lemah. Menyemangatimu disaat kamu lelah. Menenangkanmu tatkala kau gelisah. Membahagiakanmu ketika yang tersisa dihidupmu hanyalah kesedihan.
Aku sangat ingat ketika kamu bilang "kita jalanin aja dulu" Aku hanya ingin bertanya satu hal, Bagaimana jika akhirnya kita tidak berjodoh?
Jujur, aku akan tetap bersyukur. Bagiku menjadi bagian dari cerita dihidupmu sudah cukup menenangkan, meski itu ternilai sesederhana mungkin, sudah cukup menyenangkan. Aku bersyukur sudah mendapatkan kesempatan untuk menjadi orang yang pernah memperjuangkanmu dengan penuh. Sejak awal, aku hanya ingin melukis senyum dibibirmu dengan sebagaimana mestinya. Perihal takdir? Aku takkan memaksa
Nanti, jika bukan aku orang yang bisa menemanimu dimasa depan, kumohon tetaplah bahagia. Aku akan kembali bersyukur, karena sejatinya bagiku, bahagiamu adalah segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H