Kemacetan yang terjadi di Wilayah Metropolitan Bandung Raya yang mencakup Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang ini semakin memprihatinkan. Setiap akhir pekan, jalanan Kota Bandung selalu dipenuhi oleh kendaraan pribadi dari wisatawan yang berasal dari luar kota. Tidak hanya setiap akhir pekan saja, kemacetan sering terjadi di jalanan Kota Bandung dan jalanan kota-kota penyangganya, seperti Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
Kemacetan yang terjadi di Kota Bandung sangat merugikan bagi penduduk yang berdomisili di Kota Bandung dan penduduk yang tinggal di daerah penyangganya dan kerja di Kota Bandung. Mereka harus berangkat lebih awal untuk kerja karena waktu tempuh menuju Kota Bandung di jam sibuk lebih lambat daripada di jam normal. Tercatat waktu tempuh menuju Kota Bandung dari salah satu kabupaten penyangganya, Kabupaten Bandung Barat di jam sibuk, seperti jam sekolah dan jam berangkat kerja itu memerlukan waktu sekitar 40 -- 50 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda 4. Normalnya, waktu tempuh menuju Kota Bandung dari Kabupaten Bandung Barat itu hanya sekitar 25 -- 30 menit saja.
Selain faktor jam sibuk, faktor lain yang berpengaruh terhadap kemacetan di Wilayah Bandung Raya adalah volume kendaraan bermotor yang ada di wilayah Bandung Raya. Dikutip dari databoks.katadata.id, data September 2024, volume kendaraan bermotor saat ini untuk penduduk yang berdomisili Bandung sendiri berjumlah 2,36 juta unit kendaraan, sedangkan jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2,4 juta jiwa. Rasio 1:1 dinilai sebagai penyebab utama dari kemacetan di Kota Bandung. Kondisi kemacetan yang terjadi di Kota Bandung dan daerah penyangganya sangat merugikan bagi ekonomi Kota Bandung itu sendiri. Dilansir dari laman detik.com, tercatat kerugian ekonomi yang ditanggung oleh Kota Bandung sekitar Rp12 Triliun per tahun akibat dari kemacetan. Hal tersebut harus menjadi perhatian utama bagi Pemerintah Kota Bandung, pemerintah kota/kabupaten penyangga, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Kota Bandung sendiri sudah berupaya untuk mengatasi masalah kemacetan ini. Pemkot Bandung sedang mengakselerasi pembangunan Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR) atau tol dalam kota sebagai solusi kemacetan di Kota Bandung. Namun, adanya tol dalam kota akan menambah parah masalah kemacetan, karena volume kendaraan diproyeksikan akan meningkat seiring dengan tambah mudahnya untuk mengakses menuju ke Kota Bandung. Seharusnya, Pemkot Bandung lebih memperhatikan kondisi transportasi umum yang keadaannya sangat memprihatinkan dibandingkan membangun tol dalam kota untuk mengatasi kemacetan.
Transportasi umum yang tersedia di Wilayah Bandung Raya belum menjangkau seluruh sisi dari Kota Bandung sebagai pusat dari Wilayah Bandung Raya. Rata-rata kemacetan yang terjadi di jalanan Kota Bandung adalah akses menuju tempat wisata yang ada di Kota Bandung. Minimnya pilihan transportasi umum untuk menuju lokasi wisata yang ada di Kota Bandung menyebabkan wisatawan lokal tidak memiliki banyak pilihan untuk menuju ke lokasi wisata. Wisatawan lokal hanya memiliki beberapa opsi untuk menuju ke Lokasi wisata yang ada di Kota Bandung dan wilayah penyangganya, yaitu dengan mobil pribadi, taxi konvensional dan taxi online. Wisatawan lokal lebih memilih menggunakan mobil pribadi karena menghemat biaya. Jika mereka menggunakan taxi konvensional atau taxi online, akan terjadi pemborosan biaya untuk akomodasi perjalanan saja.
Selain itu, jumlah armada angkutan kota atau angkot yang banyak dan keadaannya yang sangat semrawut ini menjadi faktor pada masalah kemacetan di Kota Bandung dan penyangganya. Angkutan kota yang berhenti sembarangan ini menyebabkan penumpukan kendaraan di jalan raya sehingga kemacetan pun tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, Pemkot Bandung dan Pemerintah Daerah penyangganya harus segera membenahi masalah transportasi umum dan masalah angkutan kota agar lebih tertata dan menjadi pilihan wisatawan lokal.
Bandung Raya memiliki transportasi umum berupa Teman Bus Trans Metro Pasundan. Namun, dilansir dari aplikasi MitraDarat yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, jumlah koridor atau jumlah rute yang disediakan dari Teman Bus Trans Metro Pasundan hanya 5 koridor saja, yaitu koridor 1D, koridor 2D, koridor 3D, koridor 4D, dan Koridor 5D. Kelima koridor tersebut belum menjangkau lokasi wisata yang ada di Kota Bandung dan tidak ada transportasi umum lain yang terintegrasi dengan bus Trans Metro Pasundan untuk melanjutkan perjalanan menuju lokasi wisata di Bandung Raya. Contohnya adalah ketika ada wisatawan dari Kabupaten Bandung Barat ingin menuju salah satu pusat perbelanjaan atau mall yang ada di Kota Bandung, jika ia ingin menggunakan transportasi umum, hanya ada pilihan untuk menggunakan taxi online, mobil pribadi, Teman Bus Trans Metro Pasundan, dan angkot. Jika ia menggunakan opsi Teman Bus Trans Metro Pasundan, maka ia harus turun di halte Alun -- Alun Bandung dan melanjutkan perjalanan dengan ojek online atau taxi online, sehingga ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mencapai mall. Hal tersebut sangat tidak efisien dan membuat wisatawan cenderung memilih menggunakan mobil pribadi dibandingkan dengan transportasi umum.
Masalah ini yang harus diperhatikan oleh Pemkot Bandung, Pemerintah Kota/Kabupaten daerah penyangga, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyediakan transportasi umum yang terintegrasi, nyaman, dan aman bagi wisatawan dan masyarakat setempat. Jika transportasi umum sudah diperbaiki dari aspek keamanan, kenyamanan, dan integrasi yang baik, angka kemacetan yang disebabkan oleh volume kendaraan pribadi diproyeksikan akan menurun akibat masyarakat lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum. Selain itu, masalah terkait dengan angkutan kota yang semrawut harus segera ditata ulang agar menjadi transportasi umum yang unggulan.
Angkutan kota sendiri bisa dibenahi dengan cara mencontoh program JakLingko yang diterapkan di Jakarta. Pemprov Jakarta menerapkan program JakLingko dan menjadikan angkutan kota bagian dari program tersebut. Pemprov Jakarta memberi nama mikrotrans untuk armada angkutan kota yang dapat menjangkau area yang lebih kecil atau area yang bisa tidak bisa dilalui oleh bus TransJakarta atau Minitrans. Pemkot Bandung bisa mencontoh program JakLingko yang diterapkan di Jakarta agar transportasi umum Teman Bus Trans Metro Pasundan memiliki rute yang jelas dan menjangkau seluruh wilayah Bandung Raya serta menjangkau seluruh lokasi wisata Bandung Raya. Selain itu, dengan menerapkan program yang mirip dengan JakLingko, Pemkot Bandung dapat melakukan penertiban angkot dengan cara menjadikan angkot berada di bawah program yang mirip dengan JakLingko dan membuat titik pemberhentian dan rute yang jelas sehingga terintegrasi dengan Teman Bus Trans Metro Pasundan. Dengan program tersebut, jumlah angkutan kota yang suka berhenti sembarangan dan menyebabkan kemacetan dapat dikurangi secara signifikan. Â
Untuk mewujudkan program, tersebut, Pemerintah Kota Bandung harus membangun sinergi yang baik dengan Pemerintah kota atau kabupaten penyangga dan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendukung program pembenahan angkutan kota dan transportasi umum lain, sehingga transportasi umum bisa menjadi pilihan bagi masyarakat untuk berkegiatan sehari -- hari. Tidak hanya dalam berkegiatan sehari-hari, transportasi umum diharapkan berdampak dalam akses menuju lokasi wisata yang ada di Wilayah Bandung Raya, sehingga wisatawan memiliki banyak opsi menuju ke lokasi wisata yang ada di Wilayah Bandung Raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H