Mohon tunggu...
Mochammad Ariq Ajaba
Mochammad Ariq Ajaba Mohon Tunggu... Pramusaji - Mahasiswa Pemikiran Politik Islam IAIN Kudus

Seorang mahasiswa yang berusaha peduli tentang dunia perpolitikan di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

4 Tindakan Pantarlih yang Dinilai Kurang Patuh saat Pelaksanaan Coklit

25 Maret 2023   10:41 Diperbarui: 25 Maret 2023   11:55 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah rumah kalian sudah didatangi oleh petugas pendataan Pemilu 2024? Ketika telah didata, apakah petugas dengan sebutan Pantarlih tersebut telah menempelkan stiker tanda bukti kalian sudah terdata? Mungkin dua pertanyaan tersebut menjadi dasar pembahasan mengenai kinerja Sang Ujung Tombak Pemilu 2024 (baca: Pantarlih) di masing-masing domisili. Perlu diketahui bahwa massa bertugas Pantarlih selama 2 bulan dengan rincian 12 Februari -- 14 Maret 2023 adalah pencocokan dan penelitian (Coklit) dan 15 Maret -- 12 April 2023 massa perbaikan Data Pemilih Tetap (DPT). Sedikit menjelaskan tentang coklit, dimana coklit merupakan tugas Pantarlih dengan melakukan pendataan secara manual (door to door) terhadap warga selaku pemilih kemudian menginputnya ke dalam aplikasi E-Coklit selama massa tugas yang telah ditentukan. Artinya, dalam jangka waktu satu bulan, Pantarlih dituntut untuk menyelesaikan pencocokan dan penelitian sesuai data warga (Lampiran Model A-Daftar Pemilih) yang dimiliki oleh Pantarlih.

Mungkin satu bulan terkesan sebentar, belum lagi faktor karakteristik setiap warga berbeda-beda, ada yang terbuka dan ada yang tertutup hingga sulit ditemui, lalu faktor medan area setiap daerah pun berbeda-beda pula. Ditambah faktor cuaca yang seringkali kurang bersahabat dengan Pantarlih. Hal tersebut membuat Pantarlih harus pintar me-manage waktu selama satu bulan tersebut. Jangan sampai jangka satu bulan yang relatif singkat tersebut menjadi tidak maksimal, bisa-bisa kena tegur PPS (Panitia Pemungutan Suara) karena persentase pencoklitannya belum 100% hingga 14 Maret 2023. Akan tetapi saya yakin kok hingga tulisan ini dibuat para Pantarlih se-Indonesia telah menyelesaikan tugas coklit 100%.

Meski begitu, terlepas dari keberhasilan Pantarlih dalam melaksanakan tugas coklit, saya menemukan berbagai jenis ketidakpatuhan Pantarlih selama mereka menjalankan tugas coklit loh. Saya bisa mengatakan demikian karena kebetulan di wilayah desa tempat saya tinggal, saya menjadi Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (PKD). Jadi, saya turut mengawasi dan mengamati seluruh kinerja Pantarlih yang ada di desa saya. Begitu.

Setidaknya, ada 4 ketidakpatuhan Pantarlih selama melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit), diantaranya adalah:

1. Pantarlih tidak menunjukkan SK-Pantarlih ke warga

Saya sering menemukan pantarlih yang tidak menunjukkan SK-Pantarlih kepada warga saat menghadap warga atau sebelum memulai coklit. Meski keadaan di lapangan menunjukkan adanya keterlambatan pendistribusian SK-Pantarlih kepada setiap Pantarlih, hal tersebut tetap perlu disampaikan kepada warga bahwa terkait SK-nya belum bisa ditunjukkan karena belum sampai ke tangan Pantarlih. Itu jauh lebih profesional ketimbang tidak menyinggung SK-Pantarlih kepada warga sama sekali. Karena ini menyangkut prosedur pencoklitan dan sifat legalitas Pantarlih itu sendiri. Bukankah lebih beresiko apabila Pantarlih kedapatan warga yang kritis terkait keberadaan Pantarlih yang dirasa bukan sosok Pantarlih melainkan seperti oknum yang dirasa dapat merugikan warga? Bisa-bisa ga mau didata warga tersebut. Ya to, kan ribet jadinya. Meski begitu, nyatanya ketika SK telah tersampaikan kepada Pantarlih, sama saja tidak disinggung. Mungkin Pantarlih merasa sudah dikenal oleh warga setempat sehingga kredibilitasnya sudah dapat dipercaya, selain itu mungkin supaya tidak terlalu memakan waktu lama saat coklit. Haiyah, tetap saja itu menunjukkan ketidakpatuhan, tidak sesuai dengan prosedur yang telah dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Padahal terkesan sepele, tapi kalau disepelein berpotensi mendatangkan problem ya to? Ada anjuran yang ga merugikan mengapa mesti tidak dijalankan? Lha ini lho.

2. Pantarlih tidak menggunakan atribut lengkap selama bertugas

Ini juga terkesan sepele, tapi tetap saja termasuk ketidaksesuaian prosedur pencoklitan. Selama mengawasi, mendampingi, dan mengamati Pantarlih, saya kerap menemukan Pantarlih yang tidak menggunakan atribut secara lengkap selama bertugas. Rompi, topi, id-card, tas yang isinya perlengkapan coklit. Dari sekian banyaknya atribut, ada saja yang tidak mereka gunakan. Entah itu tidak menggunakan topi, tidak menggunakan id-card, intinya ada satu atau dua atribut yang terlewatkan untuk mereka gunakan. Saya jarang menemui Pantarlih di desa saya yang menggunakan atribut lengkap kap. Hanya beberapa saja. Padahal itu fasilitas yang mereka dapat secara cuma-cuma alias gratis tis. Harusnya bangga lah ya mendapatkan atribut tersebut dan rasa bangganya diterapkan dengan menggunakan atribut secara lengkap. Apa mereka malu ya karena belum terbiasa? Ah kurasa enggak gitu deh. Namanya juga bertugas, pasti ada atribut sebagai bentuk legalitas dan identitas diri. Bukankah akan lebih mulus saat bertugas bilamana menggunakan atribut lengkap? Bukankah warga akan lebih percaya dan merasa segan atau respect dengan kehadiran Pantarlih karena didukung oleh atribut yang lengkap? Nah ya to, sekali lagi tentang kebaikan mengapa mesti tidak dijalankan?

3. Pantarlih tidak menempelkan stiker usai mencoklit

Kejadian seperti ini bagiku ibarat bekerja setengah-setengah alias nyakang. Ya gimana ya, prosedur pencoklitan sudah disosialisasikan, dimana setelah pencocokan dan penelitian terhadap warga, Pantarlih wajib menempelkan stiker coklit sebagai bukti warga telah dicoklit oleh Pantarlih. Selain itu sebagai wujud pemenuhan hak suara warga dalam memilih saat Pemilu 2024 mendatang. Biasanya, stiker tersebut ditempel di pintu atau jendela depan rumah warga. Sudah disosialisasikan loh ya, lha ini kok ga dijalankan dengan baik. Jadi stikernya hanya diberikan kepada warga bebarengan dengan Formulir Tanda Bukti Pendaftaran. Saya sering menemui kejadian seperti ini, saya pikir warga yang saya temui belum didatangi Pantarlih, setalah saya selidiki ternyata sudah dicoklit hanya saja stiker nya belum ditempelkan, menurut warga hanya diberikan saja tanpa menempelkan atau sekedar memerintahkan untuk ditempel. Wah wah wah. Nyakang kan.

4. Pantarlih tidak datang langsung ke rumah warga untuk coklit

Nah untuk yang ini, menurut saya nemen sih. Iyoh nemen. Kebangeten. Bisa-bisanya Pantarlih nge-coklit ga datang langsung ke rumah warga melainkan nge-coklitnya dari rumah Pantarlih itu sendiri. Kok bisa? Lha begini ceritanya, si Pantarlih ini meminta beberapa KK (Kartu Keluarga) warga terlebih dahulu kemudian Pantarlih melakukan coklit dari rumahnya sendiri. KK nya dibawa pulang? Minta KK warga? Iya begitu. Jadi ia menulis Formulir Tanda Bukti Pendaftaran dan stiker coklit ya dari rumah. Kalau sudah, Pantarlih tinggal memberikan Formulir Tanda Bukti Pendaftaran dan stiker coklit tersebut ke rumah warga dan tak lupa meminta tanda tangan kepala keluarga atau penghuni yang ada di rumah. Wah nemen tenan ya to. Mungkin bagi si Pantarlih merasa hal tersebut dilakukan supaya cepat menyelesaikan tugas coklit. Iya benar sih, tapi tidak sesuai prosedur cah ganteng cah ayu. Pantarlih sebenarnya tidak diperkenankan membawa KK warga loh ya, mendokumentasikan saja tidak boleh, apalagi ini dibawa pulang. Belum lagi pengerjaan coklit tidak dilakukan secara langsung datang ke rumah warga, pehhhhh, dobel-dobel kan kekeliruannya. Ndak boleh gitu ya kalau bertugas, harus apa adanya sesuai prosedur atau tata cara yang telah diberlakukan. Okeee!

Dari keempat ketidakpatuhan Pantarlih diatas, jelas saya sebagai PKD memberikan saran secara lisan dengan penuh sopan santun tanpa terkesan menggurui kepada para Pantarlih yang dirasa tidak sesuai dengan aturan coklit supaya kejadian-kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Tak lupa, saya juga telah menuangkan temuan tersebut ke dalam laporan sesuai tupoksi pelaksanaan tugas pengawasan dan pencegahan. Salam awas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun