Mohon tunggu...
Mochammad Al Ikhsan
Mochammad Al Ikhsan Mohon Tunggu... Bankir - Economic Research

Finance and Banking Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money

Mencetak Uang dan Hiperinflasi Indonesia Orde Lama

9 Mei 2020   11:06 Diperbarui: 9 Mei 2020   14:21 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencetak uang berarti meningkatkan Jumlah Uang Beredar (JUB) di dalam masyarakat. Menurut Mankiw (2003), keeratan hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka pendek. Dengan demikian, hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi dalam data bulanan tidak akan seerat hubungan keduanya jika dilihat selama periode 10 tahun. Dalam Nopirin (2014), Bahwa Keynes tidak melihat Jumlah uang beredar merupakan faktor eksogen dalam kegiatan suatu perekonomian. Menurut Keynes, uang beredar sebagai faktor yang sangat ditentukan oleh kegiatan ekonomi suatu masyarakat. Jadi menurut Keynes besarnya angaka pelipat uang dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi.

Artinya apabila kebijakan mencetak uang dilakukan maka JUB yang berada dalam masyarakat akan tinggi, dan sesuai teori maka tingkat inflasi akan tinggi dikarenakan dalam masa pandemic ini permintaan akan suatu barang akan melemah dikarenakan konsumsi turun akibat resesi, produsen pun akan mengalami penurunan produksi maka menurut Afrizal (2017) akan terjadi  Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi.

Hasil penelitian Afrizal (2017) menunjukkan bahwa jumlah uang beredar di Indonesia tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi, namun tingkat inflasi di Indonesia berpengaruh terhadap jumlah uang beredar. Hasil penelitian Perlambang (2012) Konsumsi, suku bunga, kurs, dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

Dengan arti kata, apabila terjadi peningkatan terhadap konsumsi, kurs (terdepresiasi) dan jumlah uang beredar sedangkan suku bunga turun maka akan berdampak peningkatan inflasi di Indonesia.

Indonesia pernah mengalami Hiperinflasi pada tahun 1963-1965 dikarenakan terdapat beberapa proyek ambisius dari pemerintah yaitu pembangunan GBK, HI, Monas, dan Asian Games membuat Indonesia mencetak uang untuk likuiditas. Namun dampaknya adalah terkena hiperinflasi 600% (Sejarah Bank Indonesia: Moneter :1959 -1966)

Kesimpulannya adalah apabila Indonesia masih mampu mempunyai cadangan likuiditas tidak perlu mencetak uang dikarenakan stimulus moneter masih dapat dilakukan seperti obligasi SBN, dll

Referensi

Mankiw, N. G. (2003). Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nopirin. (2014). Ekonomi Moneter Buku I, Edisi 1, Cetakan 14. Yogyakarta: Bpfe

Afrizal. (2017). Analisis Kausalitas Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar Di Indonesia Periode Tahun 2000.1--2014.4. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan 2017, Vol. 6, No. 3, 236-250

Samuelson, P. A., & Nordhaus. W. D. (2009). Economics. Nineteenth Edition. New York: Mcgraw-Hill Irwin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun