Mohon tunggu...
Mochammad Jose Akmal
Mochammad Jose Akmal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sangat tertarik dengan isu Sosial dan Perpolitikan baik nasional maupun Internasional.

mahasiswa yang memiliki rasa ketertarikan dan minat yang luas akan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menavigasi Ketegangan: Indonesia di Tengah Konflik Laut China Selatan

31 Mei 2024   19:02 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:17 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan ini memberikan sinyal kepada negara lain bahwa Indonesia serius dalam menjaga wilayahnya, mengingat posisi strategis Laut Natuna Utara dalam perdagangan internasional antara Asia Timur, Asia Tengah, dan Asia Tenggara, serta sebagai jalur utama bagi kapal yang melintasi Selat Malaka dan selat-selat lain di wilayah Nusantara.

Indonesia mengambil langkah tegas untuk mencegah gangguan dari pihak asing, terutama terkait klaim Tiongkok dalam sembilan garis putus-putus yang mengklaim 30 persen wilayah laut Indonesia di Natuna. Sejak 2010, ketegangan meningkat antara pemerintah Tiongkok dan Indonesia terkait masuknya kapal berbendera Tiongkok, yang mengklaim memiliki sejarah memancing di wilayah tersebut sejak zaman kekaisaran Tiongkok. Selain itu, nelayan berbendera Malaysia dan Vietnam juga kerap masuk ke dalam wilayah laut Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Konflik kedaulatan ini menimbulkan polemik yang bisa diungkapkan melalui kutipan dari Saint Augustine:

Peta Kondisi Sengketa Laut China Selatan. Sumber: Wikipedia Commons
Peta Kondisi Sengketa Laut China Selatan. Sumber: Wikipedia Commons

Dengan tidak adanya keadilan, apakah yang dimaksud dengan kedaulatan selain perampokan yang terorganisir?

Tiongkok secara agresif menanamkan klaimnya di Laut China Selatan dan merugikan negara-negara sekitarnya,  termasuk Vietnam, Filipina dan Malaysia. sejak 1974, Tiongkok sudah berseteru demi Laut China Selatan yang menegaskan klaimnya atas kepulauan Paracel, dilanjutkan pada 1988 memperebutkan Fiery Cross Reef, menyebabkan Vietnam kehilangan tiga kapal dan 72 orang. Selain itu, ditambah dengan Tiongkok yang menguasai pulau Mischief dan jatuh ke ZEE Filipina . Hal ini menggambarkan  konflik kepentingan dari Tiongkok dalam mengafirmasi klaimnya di hampir seluruh wilayah. .

Indonesia berhak secara hukum untuk menjaga kedaulatannya dengan argumen bahwa Tiongkok menggunakan garis demarkasi tanpa bukti peta yang jelas dan tanpa penjelasan yang memadai. Hal ini tidak sesuai dengan hukum internasional. Garis yang dibuat oleh Tiongkok sangat kabur, tidak memiliki definisi yang jelas, dan koordinat geografisnya tidak terhubung dengan baik jika semua garisnya digabungkan. Oleh karena itu, garis tersebut tidak dapat diakui sebagai perbatasan teritorial menurut hukum internasional. 

Selain itu, klaim Tiongkok atas Laut China Selatan telah divonis ilegal oleh Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA), sementara Indonesia mendasarkan argumen hukumnya pada UNCLOS.

Pertahanan dan pengawasan maritim Indonesia menjadi prioritas untuk mencegah pelanggaran terhadap kedaulatannya. Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) harus bekerja sama dalam mengawasi wilayah yurisdiksi maritim Indonesia. Meskipun wilayah tersebut mungkin tidak berpenghuni, tetap merupakan wilayah kedaulatan Indonesia yang harus ditegaskan.

Dalam melindungi wilayah maritim Indonesia, kapal-kapal sipil dan kapal-kapal militer yang bertujuan mengancam kedaulatan maritim Indonesia harus dicegah. TNI AL bertugas untuk mencegah kapal-kapal perang asing masuk ke perairan Indonesia, sementara Bakamla bertanggung jawab untuk menghalau kapal-kapal sipil ilegal yang masuk ke perairan Indonesia, karena jumlah kapal sipil ilegal yang masuk jauh lebih banyak daripada kapal perang dari negara lain. 

Kapal Nelayan di Laut China Selatan. Sumber: Google Docs 
Kapal Nelayan di Laut China Selatan. Sumber: Google Docs 

Kasus pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh kapal-kapal asing di wilayah laut Indonesia, khususnya di Laut China Selatan, cukup banyak. Contohnya adalah ketegangan pada tahun 2016 ketika kapal pengawas perikanan Hiu 11 gagal menangkap kapal ikan ilegal KM Kway Fey 10078 asal Tiongkok karena dikawal kapal patroli Tiongkok saat mencuri ikan. Peristiwa lain terjadi pada akhir Mei 2016 ketika KRI Oswald Siahaan menangkap kapal Gui Bei Yu di Laut Natuna. Penangkapan Gui Bei Yu disikapi keras oleh pemerintahan RRT yang menegaskan bahwa kapal tersebut tidak melanggar hukum karena berada di wilayah penangkapan tradisional Tiongkok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun