[caption caption="Kajati Jatim mengikuti jalannya sidang praperadilan Kadin Jatim"][/caption]Akhirnya, Hakim Tunggal PN Surabaya Ferindandus memutuskan mengabulkan Praperadilan La Nyalla M. Mattalitti atas penetapannya sebagai Tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Bank Jatim. Hakim Ferinandus menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Termohon dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim).
“Menyatakan sprindik dari Termohon tidak mempunyai hukum yang mengikat. Mengabulkan sebagian gugatan Pemohon serta menolak eksepsi Termohon untuk keseluruhan,” ujar Hakim Ferdinandus, di PN Surabaya, Selasa (12/04/2016).
Hakim Ferdinandus juga menyatakan, penetapan La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka tidak sah dan dicabut. Hakim memerintahkan Kejati Jatim untuk menghentikan penyidikan kasus dana hibah Pemprov Jatim karena melanggar prosedur hukum.
Sebab, seperti kata Ferdinandus, selama proses penyidikkan hingga ditetapkannya La Nyalla sebagai tersangka, “tidak ditemukan bukti baru”. La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Bank Jatim, 16 Maret 2016.
La Nyalla menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim. Ia diduga menyelewengkan dana hibah pada 2012 sebesar Rp 5 miliar. Uang Rp 5 miliar itu diduga digunakan untuk membeli saham Bank Jatim.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim I Made Suarnawan mengaku telah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan La Nyalla sebagai tersangka. Usai ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla melawan dan mengajukan gugatan praperadilan.
Sidang gugatan praperadilan tersangka dugaan korupsi dana hibah ini menarik perhatian dan dipantau sejumlah instansi. Lembaga yang terlibat dalam pemantauan sidang praperadilan itu adalah Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial.
Menurut Juru Bicara Komisi Kejaksaan Indro Sugianto, Komisi Kejaksaan banyak menerima surat permohonan untuk memantau jalannya persidangan. Permohonan melalui surat tersebut mulai masuk sejak dua Wakil Ketua Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, jadi pesakitan di kasus yang pertama pada 2015 lalu.
Sebelumnya, pada Senin, 7 Maret 2016, praperadilan atas dua Sprindik Kejati Jatim terhadap Diar Kusuma Putra juga dikabulkan Hakim Efran Basuning di PN Surabaya. Kedua sprindik itu dinyatakan: Tidak Sah!
Praperadilan ini atas Diar ini terkait tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sebelumnya pernah divonis 1 tahun dan 2 bulan penjara.
Dalam vonis pada 18 Desember 2015 itu, Diar juga didenda sebesar Rp 100 juta dan harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 9 miliar sesuai putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Sidoarjo.
Diar pun sudah menjalani hukuman serta mengembalikan uang negara tersebut. Tapi, perkara itu kembali dibuka berdasarkan Sprindik Nomor: Print-86/O.5/Fd.1/01/2016, pada 27 Januari 2016 dan Sprindik Nomor: Print-120/O.5/Fd.1/02/2016 pada 15 Februari 2016.
Kedua Sprindik itu dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim E.S. Maruli Hutagalung. Sprindik pertama terkait tindak pidana korupsi, dan sprindik kedua tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dituduhkan kepada Diar.
Kedua sprindik inilah yang kemudian diajukan praperadilan oleh Diar melalui PN Surabaya. Pasalnya, Kejati Jatim mengusut ulang perkara penggunaan dana hibah dari Pemprov Jatim kepada Kadin Jatim. Selain Diar, rekan sejawatnya, Nelson Sembiring, juga divonis.
Vonis majelis hakim yang diketuai Maratua Rambe tersebut dibacakannya dalam dua sidang terpisah terhadap dua terdakwa di Pengadilan Tipikor di Sidoarjo. Nelson divonis hukuman penjara selama 5 tahun 8 bulan. Diar diganjar hukuman penjara 1 tahun 2 bulan.
Mereka divonis dalam kasus korupsi dana hibah dari Pemprov Jatim pada 2011-2014 senilai Rp 5,2 miliar. Dalam kasus ini, saat itu, Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Matalitti hanya menjadi saksi karena dianggap telah membuat surat pendelegasian pada kedua wakilnya itu.
Keduanya ditugaskan untuk mengelola kegiatan penggunaan dana hibah itu. Majelis hakim menilai keduanya terbukti bersalah sesuai dakwaan subsider Pasal 3 jo 18 UU Tipikor karena kewenangannya hingga merugikan negara Rp 26 miliar.
Selain vonis penjara itu, Nelson juga didenda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan dan diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 17 miliar. Sedangkan Diar juga didenda sebesar Rp 100 juta dan subsider 2 bulan kurungan serta mengembalikan uang negara sebesar Rp 9 miliar.
Dalam kasus tersebut, keduanya telah menjalani hukuman kasus Tipikor ini. Namun, yang terjadi kemudian adalah tiba-tiba kasus lawas yang sudah incraht itu dibuka kembali. Inilah yang kemudian diajukan praperadilan oleh Diar Permana Putra.
Menurut Sumarso, pihaknya tidak mengerti mengapa Kejati Jatim memaksakan kasus yang sudah incraht terkait dana hibah dari Pemprov Jatim itu untuk dibuka lagi. “Ini sudah jelas incraht,” kata penasehat hukum Diar ini.
Tapi, di akhir persidangan praperadilan, Hakim Efran Basuning, mengabulkan praperadilan tersebut. “Dengan dikabulkannya praperadilan ini, otomatis Kejati Jatim tidak berwenang lagi untuk menyidik perkara tersebut,” tegas Sumarso.
Jadi, “Seluruh perkara hibah dari Pemprov Jatim kepada Kadin itu sudah selesai dan harus ditutup. Tidak perlu dicari-cari lagi,” tambah Sumarso. Dan, ini adalah pertama kali dalam sejarah hukum bahwa surat perintah penyidikan menjadi wewenang praperadilan.
“Kalau sebelumnya praperadilan tidak mengadili masalah penyidikan, tapi soal penangkapan. Tapi, sekarnag ini surat perintah penyidikan bisa di-praperadilan-kan,” lanjutnya. Selama ini praperadilan hanya untuk menetapkan sah-tidaknya penangkapan. “Kemudian berkembang lagi sah-tidaknya penetapan tersangka. Dan, kalau ini sudah maju lagi, sah-tidaknya surat perintah penyidikan,” lanjutnya.
Meski secara yuridis Kejati Jatim telah mengalami kekalahan dalam kasus prapeadilan di PN Surabaya terkait dua Sprindik Diar tersebut, namun ternyata hal ini tidak membuat penyidik Kejati Jatim menyerah begitu saja. La Nyalla M. Mattalitti pun akhirnya ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus yang sama.
Pihak Kejati Jatim menjelaskan, kucuran dana hibah diperoleh Kadin Jatim dari Pemprov setempat setiap tahun dari 2011 hingga 2014. Nilai total hibah yang diterima Rp 48 miliar. Hibah diperoleh setelah Kadin Jatim mengajukan proposal dan disetujui Pemprov Jatim.
Menurut Kejati Jatim, dana hibah tersebut semestinya digunakan untuk kegiatan sesuai sesuai proposal. Tapi pada 2012, hibah Rp 5 miliar tersebut telah digunakan untuk kepentingan lain. Kejati Jatim menetapkan La Nyalla sebagai tersangka korupsi dana hibah Rp 5 miliar pada 2012.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla mengajukan praperadilan di PNSurabaya. Ia menyebut penetapan tersangka atas dirinya itu bermuatan politis terkait jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI yang statusnya masih dibekukan Menpora Imam Nahrawi, meski secara yuridis PSSI telah memenangkan gugatan pembekuan PSSI tersebut.
Dalam persidangan, secara eksplisit jawaban Kejati Jatim oleh tim kuasa hukum La Nyalla, dianggap sangat menguntungkan pihaknya. Karena, ada pengakuan termohon yang sangat menguntungkan secara eksplisit.
Yakni, membenarkan bahwa pemohon tidak pernah diperiksa menjadi tersangka atau calon tersangka sejak dikeluarkannya sprindik itu. Jawaban termohon tersebut dijadikan sebagai acuan untuk melakukan pembelaan dalam gugatan praperadilan La Nyalla.
Dan benar, Hakim Ferinandus akhirnya memutuskan mengabulkan praperadilan La Nyalla dalam penetapannya sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana hibah Bank Jatim. Meski sprindik atas La Nyalla ini sudah dinyatakan: “tidak sah”!
Rupanya Kajati Jatim Maruli Hutagalung masih ngotot menyidik kasus dana hibah tersebut dengan mengeluarkan Sprindik baru atas nama La Nyalla M. Mattalitti lagi. “Putusan hakim ini aneh. Karena sudah masuk ke materi perkara. Saya ingin perkara Kadin ini masuk sampai ke peradilan. Kami akan maju terus,” tegasnya kepada wartawan.
Menurut Maruli Hutagalung, dua alat bukti yang sudah dimiliki pihanya akan diajukan lagi, karena tak dipertimbangkan sebelumnya. “Mulai dari awal, kami mengajukan saksi penyidik ditolak hakim. Ada apa ini?” tanya Kajati Maruli.
“Seharusnya hakim benar-benar memutus secara yuridis, alat bukti harus dipertimbangkan, jangan diabaikan,” lanjutnya. Secara yuridis, sebenarnya kasus dana hibah Bank Jatim ini “sudah selesai”.
Tapi, tampaknya La Nyalla masih juga “diburu” Kejati Jatim dalam kasus yang sama dengan menerbitkan Sprindik baru. Akankah La Nyalla mengajukan Praperadilan untuk yang kedua kalinya dalam kasus yang sama? Itulah ironi sprindik La Nyalla kedua!@
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H