[caption caption="Pasir Besi Lumajang yang Menjadi Malapetaka Ekologi dan Sosiologi."][/caption]Konflik pertambangan pasir hitam di Kecamatan Pasirian, Lumajang, yang lalu berbuntut dengan penganiayaan Tosan dan Salim alias Kancil, dua warga Desa Awar-awar sebenarnya merupakan puncak dari konflik-konflik sebelumnya yang juga pernah terjadi di sana terkait dengan hak kelola lahan tersebut.
Pada Kamis, 2 Juli 2009, misalnya, terjadi konflik antara sopir truk pasir dengan Pemkab Lumajang dan PT Mutiara Halim selaku pemegang Kontrak Kerjasama Operasional (KSO). Mereka melakukan protes dan menguasai jalur lintas selatan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Lumajang dengan Kabupaten Malang.
Mereka memarkir kendaraannya menutup jalan sejak Rabu, 1 Juli 2009, malam. Sehingga, terjadi kemacetan hingga mencapai sekitar 3 km. Para sopir truk pasir yang melakukan aksi mogok itu memilih memarkirkan truknya di sekitar timbangan pasir Desa Madurejo, Pasirian. Kejadian ini dipicu adanya 2 penarikan restribusi pasir, yang dilakukan Pemkab Lumajang dan PT Mutiara Halim, pemegang kontrak KSO.
Mutiara Halim adalah pemegang KSO yang telah dimenangkan PTUN Surabaya terkait dengan sengketa pengelolaan. Sedangkan Pemkab mengacu pada aturan Undang-Undang yang menyebutkan, pemungutan berbagai bentuk restribusi atau pajak, tidak boleh diserahkan pada pihak ketiga.
Penambangan pasir di daerah aliran sungai Besuk Sat, Desa/Kecamatan Pasrujambe, Lumajang, Jawa Timur, yang berada di bawah kaki Gunung Semeru (tinggi 3.676 mdpl) itu memang telah menjadi magnet bagi para penambang dan pengusaha. Sebab, selama ini pasir hitam dari sini dikenal berkualitas.
Menurut DR. Suparto Wijoyo, pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga Surabaya, Pemprov Jatim perlu menata ulang wilayah pertambangan. Ia mendesak Gubernur Soekarwo untuk melakukan redesain kawasan tambang konservasi pertambangan. ”Kini perlu dilakukan moratorium mining,” katanya.
Seperti penambangan pasir di Lumajang, kata Suparto, Jatim sedang mengalami krisis pertambangan dengan terus terjadinya destruksi ekologis. ”Kerusakan kawasan tambang adalah kejahatan konservasi yang harus dilakukan penegakan hukum. UU Konservasi, UU Pertambangan, dan UU Lingkungan harus ditegakkan,” ujarnya.
Pasir Hitam Itu Adalah Pasir Besi
Pada Desember 2005, saya pernah menulis sebuah artikel berjudul: Pasir Besi, “Emas Hitam” Jatim yang Menjanjikan. Ini yang saya catat waktu itu. Beberapa wilayah pantai Selatan di Jawa Timur (Jatim) ternyata memiliki kandungan pasir besi yang cukup besar. Di pantai Puger, Jember Selatan, pasir besinya seluas 60 hektar.
Pantai Lumajang Selatan juga memiliki pasir besi dengan luas yang hampir sama. Lahan ini dikuasai oleh penduduk. Mereka punya izin, tapi tak ada dana untuk eksplorasi. Pasir besi Lumajang ini yang paling bagus di Jatim. Malang Selatan juga memiliki pasir besi yang cukup besar dengan parameter yang bervariasi.
Dalam catatan Laporan Analisis Laboratorium Sucofindo yang ditandatangani Assisten Operation Manager, Mohammad Soleh, ST, total Fe mencapai sekitar 54.96 persen dan Fe as Fe2O3 sebesar 78.58 persen. Blitar Selatan, juga memiliki pasir besi seluas sekitar 60 hektar. Kabarnya, pasir besi Blitar ini sudah mulai dieksplorasi untuk diekspor ke Cina.