Setelah pensiun, aku langsung pulang kampung. Â Seperti apa yang sudah aku impikan begitu lama. Â Hidup di kota membuat hati tak pernah tenteram. Â Setiap detik seakan berlari-lari dengan aneka ketakutan.
Setiap pukul 3 aku sudah bangun. Setiap hari. Mencoba menemui-Mu. Â Tapi hati tak sepenuhnya menemui-Mu. Â Ada saja pikiran yang mendesak-desakan diri. Â Soal ulangan yang belum selesai. Â Anak yang terlibat tawuran. Â Orang tua yang protes karena anaknya disuruh menegrjakan PR banyak. Â Selalu saja ada yang mengganggu kita.
Sebuah toko buku sudah aku bangun di kampung. Â Tak mungkin juga untuk menjadi petani. Â Tenaga sudah hampir lenyap. Â Tinggal sisa-sisa belaka. Â Akhirnya, aku putuskan untuk membuat toko buku saja. Â Kecil tidak apa-apa. Â Yang penting bisa untuk mengisi aktivitas.
Ya, aku memang tidak menikah.  Keputusan yang banyak ditentang oleh keluargaku sendiri.  Tapi biarlah.  Anak-anakku toh sudah ribuan walaupun tidak punya istri.  Aku seorang guru jadi setiap tahun akan datang anak-anak muridku  bergantian.  mereka selalu mengisi hari-hariku juga.
"Sudah buka, Wak?" tanya seorang anak muda yang entah mau ke mana. Â Di kampung sekarang banyak anak muda yang tak jelas kehidupannya. Â Tidak mau menjadi petani, tapi juga tak bisa kerja yang lain. Â Akhirnya mereka hanya bergantung pada orang tuanya. Â Kalau orang tuanya berpunya masih mending, kasihan jika orang tuanya juga orang yang tidak berpunya. Â
Mereka menebar mimpi kosong. Â Mereka aku lihat sering bergerombol main judi. Â Entah uang dari mana. Â Ada selentingan bahwa anak-anak muda kampung sudah banyak yang terjerat oleh pinjol karena kalah main judi online. Â Bahkan ada yang harus menjual kebun orang tuanya.
"Iya," jawabku sambil tersenyum. Â
Tak seberapa yang belanja buku atau alat tulis di kampung. Â Sehingga, aku lebih banyak bengong. Â Kadang membaca berita yang lebih sering bikin hati kesel. Â Sebentar lagi pilkada serentak, dan semua politikus sudah ramai dengan siasat busuknya. Â Seakan berlomba menjadi paling busuk. Â Karena dengan menjadi paling busuk itulah jalan menuju kemenangan. Â Segala cara ditempuhnya. Â Etika sudah terlalu lama dikubur oleh mereka.
"Mau dibawa ke mana negeri ini?"
Sebagai pensiunan guru, aku terkadang merasa gagal juga. Â Terutama dalam mendidik moral murid-muridku. Â Dulu, setiap nilai kehidupan yang diajarkan guruku, selalu menjadi panduan hidupku. Â Anak-anak muridku kadang hanya butuh ilmu belaka. Â Mengejar angka ujian tinggi agar dapat menenruskan di sekolah yang bagus dan kemudian dapat bekerja di tempat yang bagus.