Salah satu politisi busuk yang sekarang sedang berebut kursi kekuasaan mungkin muridku. Â Mereka yang waktu itu paling tinggi nilainya. Â Yang berhasil masuk sekolah terbaik.
Kadang aku malu juga. Â Karena dulu juga pernah secara tak sengaja mengajri mereka kecurangan dan kecurangan. Â Aku ingat betul, ketika kepala sekolah membentuk tim sukses Ujian Nasional. Â Tugasnya, bukan mengajari ilmu pada anak-anak tapi justru memberikan jawaban soal ujian nasional.
Tim sukses UN menyelundupkan jawaban UN. Â Sebetulnya bukan menyelendupkan karena pengawas UN yang berasal dari sekolah lain juga sudah sama-sama tahu trik ini. Â Di sekolahnya juga melakukan trik yang sama. Â Tak mungkin ada yang berani siswanya memiliki nilai UN kecil. Â Guru akan dimarahi kepala sekolah jika nilai UN kecil. Â Kepala sekolah akan dimarahi kepala dinas. Â kepala dinas akan dimarahi bupati. Â Bupati dimarahi gubernur. Â Gubernur malu sama presiden. Â
Akhirnya, semua menganggap semua itu biasa. Padahal kami telah mengajarkan nilai-nilai kejujjran tapi pada saat yang sama kami pula yang mengkhianatinya. Sekarang aku tak boleh pura-pura sedih dengan kondisi negeri ini. Aku juga yang ikut merusaknya.
"Siapa?" tanyaku dalam hati.
Ada seorang anak kecil yang berdiri di depan toko. Â Berdiri tegak seperti patung. Â Ada apa? Â Aku dekati anak itu. Â Dia diam saja waktu aku tanya.
"Kek," katanya waktu aku mau kembali ke dalam toko karena tak berhasil mendapatkan sepatah kata pun.
"Ada apa?"
"Aku..."
Matanya tampak mengalirkan air bening itu.
"Ada apa?"