Darso wajahnya sumringah. Â Dia jelas merasa sangat puas dengan apa yang sudah dikerjakan nya. Belum ada yang berhasil, kecuali dirinya.Â
Nanti siang akan Darso bawa ke Mbah Wardi.  Mbah Wardi mau membayar  berapa pun yang Darso minta. Dalam otak Darso sudah muncul angka angka.Â
"Tapi harus yang mati di hari Selasa Kliwon, " kata Mbah Wardi menegaskan. Â
Mbah Wardi memang kagum dengan keberanian Darso. Â Tapi sering dibikin kesel karena teledoran orang yang sama.Â
"Siap, Mbah. Terserah saya kan mau nyebut berapa? "
Dan Darso tahu. Ada yang mati minggu lalu dan tepat Selasa Kliwon. Â
Malamnya Darso berangkat sendiri. Â Malam yang habis terkena hujan terasa begitu dingin. Â Tapi tidak terasa dingin bagi Darso. Â Mimpi indahnya tentu lebih menggairahkan dan mampu menyingkirkan dingin malam sehabis hujan.
Hujan sore tadi memang berkah bagi Darso. Tanah kuburan menjadi lembek. Â Mudah digali. Â Darso sudah menyiapkan segalanya.Â
"So....!" Sebuah suara datang dari gelap malam.
Darso langsung tiarap. Â Tidak disangkanya ada setan yang sudah kenal namanya. Â Walaupun preman, tetap saja Darso takut setan. Apalagi setannya memanggil namanya.Â
"So....!"
Darso tetap diam.
"Gue Sama-sama."
"Sialan lu, ngapain?"
"Sama kayak, lu."
"Ya sudah, bantuin. "
Darso senang juga ada Saman. Â Selain bisa membuat pekerjaan lebih cepat selesai, Â Darso tak takut setan lagi. Â Saman yang kakinya pentag, Â alias panjang sebelah, akan tertangkap setan paling duluan.Â
Sekitar jam 2 pekerjaan selesai. Â Tiga tali potong sudah ada di tangan. Gerimis mulai turun lagi.
"Gue bawa satu," kata Saman.
"Ngapain?"
"Takut lu berkhianat aja. "
Terpaksa Darso menyerahkan satu tali pocong kepada Saman. Â
Darso bangkit dari duduknya. Â Niatnya sudah bulat. Â Ke rumah Mbah Wardi. Â Dan pulang bawa segepok uang.Â
"Ti, kamu lihat kain yang semalam sa6a taruh di belakang pintu dapur?" tanya Darso pada istrinya ketika melihat tali pocong sudah tidak berada di tempatnya.Â
"Aku buat naliin kompor."
Darso pun langsung  melihat kompor yang sudah semakin tua saja. Sudah berkali-kali istrinya menyuruh Darso memperbaiki tapi belum sempat juga.  Tapi kenapa diikat dengan tali pocong?
Darso segera melepas tali pocong dari kompor. Â
"Nanti kubelikan kompor baru," kata Darso sambil mencium tali pocong.Â
Pada saat yang sama istrinya masuk dapur. Â Tentunya melihat kelakuan Darso yang mencium tali kain penuh tanah itu.
"Wedan tenan," kata isteri Darso geleng geleng kepala.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H