Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengejar PISA, untuk Apa?

8 Desember 2023   13:31 Diperbarui: 8 Desember 2023   13:36 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringkat PISA kita naik, tapi nilai PISA kita turun.  Bahagia sekaligus sedih.  Bahagia karena naik, sedih karena turun.

Banyak negara yang nilai PISA nya turun Banyak sehingga peringkat nya juga turun banyak.  Indonesia turun tapi tidak sebanyak turunan mereka jadi peringkat naik. 

Kebahagiaan palsu? Kesedihan palsu?

Guru sendiri sedih,  karena  telunjuk orang lebih suka diarahkan ke guru jika PISA turun.   Pokoknya,  gurulah biang kerok yang mau tidak mau, siap tidak siap, harus bertanggung jawab. 

Finlandia hebat. Atau tetangga kita Singapura juga hebat.

Indonesia negara besar. Sangat besar sekali.  Ribuan pulau ada di dalamnya.  Ada daerah perkotaan besar dan kecil, ada daerah perkampungan,  ada daerah pedalaman, ada juga yang bahkan disebut terpencil,  terbuat, dan terujung. 

Itulah realitas Indonesia yang begitu besar.  Masa mau dibandingkan dengan Singapura yang dalam peta dunia cuma berbentuk titik merah?

Artinya?

Kondisi pendidikan juga sangat beragam.  Ada pendidikan yang tak kalah dengan pendidikan di Singapura.  Tentunya pendidikan yang ada di Jakarta,  Bandung,  Semarang,  Medan,  Makasar,  dan kota besar lainnya.  Saat olimpiade,  mereka juga bisa bersaing dengan negara mana pun.

Loh, tapi kan ada sekolah yang tidak gurunya,  tidak Internet nya, tidak perpustakaan nya, bahkan tidak ada gedungnya karena yang ada cuma kandang ayam?

Inilah persoalan nya, kenapa  otak atik PISA cuma bikin gregeten doang.  Indonesia dengan keberagaman dan keluasan wilayahnya,  tak mungkin  bisa secepat kilat mengubah hasil PISA. 

Anggap lah nilai membaca siswa Indonesia rendah. Tentu bukan terjadi di Jakarta yang perpustakaan sekolahnya penuh buku dan ada petugas perpustakaan yang cantik penuh senyuman.  Kondisi rendah literasi membaca pasti rendah di daerah yang tak tersentuh bacaan karena perpustakaan juga cuma tahu dari orang ngomong. 

Kalau pengin literasi membaca tinggi,  pemerintah harus menebar buku buku bacaan ke sekolah sekolah tersebut.  Dan sekolah seperti itu ada di ujung timur,  barat, utara, dan selatan negeri ini. Sanggupkah? 

Pernah denger cerita anak SMP tak bisa baca? 

Ada loh anak SMP belum bisa baca.  Karena memang tidak ada buku dan tidak ada guru pula.  Masa tidak naik terus karena belum bisa baca? 

Ah, terlalu banyak untuk ditumpahkan do sini semua.  Artinya,  mengejar PISA itu sebuah pekerjaan sia sia.  

Kalau mau naik peringkat lagi, cukup tunggu negara lain turun saja.  Gampang kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun