Pernah ditawarin sebuah buku oleh seorang teman?
Saya pernah.  Beberapa kali. Dia menawarkan buku itu dengan bangga.  Bahkan harganya  lumayan  tinggi untuk sebuah buku dengan ketebalan atau jumlah halaman seperti itu.
Dia bercerita ngalor ngidul tentang prestasi barunya sebagai penulis buku.  Tidak bertemu selama 2 tahun, dan pas ketemu lagi Dia mengaku sudah berhasil menelurkan  8 buku ber-ISBN.Â
Tentunya dia menerbitkan buku sendiri. Â Pokoknya, semuanya mandiri. Â Termasuk pemasaran buku itu sendiri. Â Dan hampir semua temannya menjadi korban. Â Termasuk saya.
Fenomena menerbitkan buku sendiri sempat menjadi trend juga. Bahkan  banyak pelatihan yang menawarkan dalam satu kali mengikuti pelatihannya langsung nerbitin buku.Â
Siapa yang tidak tertarik dengan cerita Dee Lestari yang menerbitkan buku sendiri dan memasarkan sendiri hingga akhirnya bukunya booming dan bahkan difilm kan?
Tapi sayang beribu sayang.Â
Dengan kemudahan menerbitkan buku mandiri, Â akhirnya isi buku tak ada yang menyupervisi. Â Artinya, apa pun yang ditulis oleh si penulis akan lolos begitu saja. Apa saja. Termasuk jika si penulis cuma menuangkan sampah sampah busuk dalam bukunya.Â
Jumlah penerbitan buku yang melonjak tentu bukan sebuah kebahagiaan, Â bukan sebuah prestasi. Â Buku buku yang diterbitkan secara mandiri cenderung hanya onggokan sampah pemikiran. Â Dan onggokan sampah itu berwujud buku.Â
Kembali ke cerita teman saya itu. Yang dalam 2 tahun sudah menerbitkan 8 buku. Kira kira apa yang dituangkan dalam bukunya? Seandainya, Â dia seorang pembaca yang tekun, Â berapa buku yang sudah dibaca selama 2 tahun untuk menghasilkan 8 buku?
Buku tentu lahir karena pemikiran yang matang. Â Jangan sampai buku hanya rangkaian kata kata yang sama sekali tak berguna.Â
Dan pemikiran yang matang, tentu tidak lahir setiap bulan, bahkan setiap tahun. Belum lagi jika dilakukan upaya upaya pendalaman dari pemikiran yang sudah cukup matang yang dimilikinya.Â
Wajar jika negara ini kemudian krisis ISBN. Karena selama ini ISBN diobral untuk  melayani sampah sampah pemikiran belaka.  Kaji kembali penerbitan ISBN untuk buku yang diterbitkan secara mandiri tanpa  tim supervisi.Â
Mari kita ciptakan buku buku berkualitas. Tentu untuk meningkatkan literasi anak negeri. Stop sampah pemikiran.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H