Hari masih sore. Tapi bagi Kamdi sudah sedemikian larut. Karena Kamdi sedang kalut.Â
Anaknya yang kelas 6 SD minta uang untuk kegiatan jalan jalan bersama teman sekolahnya. Â Cuma 75 ribu rupiah. Â Mungkin bagi kalian kecil. Untuk sekali makan saja bisa habis di atas 100 r8bu kan?
Beda dengan Kamdi. Dia cuma ustad kampung. Tinggal, Â numpang di belakang musola. Â Penghasilan juga hanya dari kas musola yang tak seberapa.Â
Untuk bisa hidup sebulan saja, sudah bersyukur. Tapi kebutuhan kan bukan hanya hidup. Ada kebutuhan jalan jalan Anaknya.Â
Kadang ada Penghasilan tambahan kalau ada orang yang  memberi kerjaan serabut. Misalnya saja ngebersihin got depan rumahnya. Atau nyabutin rumput yang sudah  terlalu tinggi.
Tambahan lain, jika asa orang meninggal.  Biasanya ada yang ngasih lumayan  karena udah mengimami solat jenazah dan membacakan talqin.Â
"Pak Ustad,  mau numpang  sampaiin pengumuman, " kata Dedi,  ketua remaja musola.
"Pengumuman apa?"
"Kang Dadang meninggal. "
"Dadang mana?"
"Erte 2. Suaminya teh Ririn."
Alhamdulillah. Diam-diam Kamdi bersyukur. Ada jalan keluar untuk  uang jalan Anaknya.
Ustad Kamdi pun bersiap untuk takziah. Dia pakai baju yang terbaik.
"Jenazahnya belum sampai?" tanya ustad Kamdi.
"Jenazahnya dikubur di kampung, Â Pak Ustad."
Hati Kamdi pun ciut. Belum rezeki, katanya dalam hati.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H