Kabar bahwa guru PPPK di Papua belum menerima gaji memang bikin miris ati. Terus para guru itu disuruh makan batu? Bagaimana pula dengan keluarganya.
Sebetulnya sama juga sih dengan nasib saya dulu waktu baru jadi guru. Sebagai generasi guru yang diangkat zaman orba, tentunya merasakan bagaimana pahitnya hidup menjadi guru. Bahkan suka dibilang harus hati hati kalau ditanya mertua tentang kerjaan. Kalau dijawab sebagai guru, lebih sering ditolak nya daripada diterima menjadi menantu.
Guru memang nasibnya seperti Umar Bakri. Naik sepeda kumbang dengan tas kerja warna hitam yang terbuat dari kulit buaya. Kusam dan tak pernah berpikir masa depan.
Gaji sebulan cuma cukup untuk hidup seminggu. Minggu kedua harus dibiayai dari mengajar di sekolah swasta, kerjaan lain, atau jual LKS.
Mengajar di sekolah swasta juga bukan cuma satu sekolah. Kadang pulang ngajar sudah malam. Kok bisa? Iya, karena ada sekolah malam yang harus diajar. Muridnya juga berkumis semua.
Kalau sampai ngajar di 5 sekolah swasta berarti gajinya gede dong?
Inilah problem nya. Entah siapa yang memulai. Tapi tak pernah ada yang bisa mengakhiri. Perhitungan jam mengajar di sekolah swasta biasanya seminggu untuk sebulan. Misalnya kita ngajar 24 jam seminggu. Untuk honor harusnya kan di kalikan 4 dulu karena sebulan ada 4 minggu. Tapi untuk honor guru tidak pernah dikali 4. Jika seminggu ngajar 24 jam maka hasilnya 24 x 1500 misalnya.
Tapi saya tetap melangkahkan kakiku menjadi guru. Tak semuanya dihitung dengan uang. Pasti ada hal lain. Â Dan hal lain itu adalah senyum murid muridku.
Tapi, kalau gaji besar juga mau sih. Maka ketika reformasi tiba muncullah sertifikasi guru. Guru gajinya dobel.
Sejak itu, guru tak lagi jadi kaum paria. Sudah ada harga diri. Anak muda pandai pun  mulai melirik guru sebagai jalan profesi nya.
Tapi sayang, ternyata sertifikasi guru juga mulai digugat. Seperti oleh menteri keuangan. Maka, bukan hal mustahil jika sertifikasi guru juga akan hilang.
Guru akan menjadi paria lagi. Tak ad yang mau jadi guru lagi. Tapi saya mah tetap guru bae. Karena ada senyum anak anak di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H