Saya bilang juga apa, kasih dia anak, biar ada tempat melimpahkan kasih sayang. Setiap orang sudah dibekali rasa kasih sayang yang besar, jika tidak tersalurkan juga akan jadi penyakit. Mungkin bukan penyakit fisik, tapi penyakit mental yang akut.Â
Lalu dia berpikir panjang.Â
Kami tak ingin direpotkan oleh bayi, anak kecil yang cengeng. Kami ingin fokus karier. Lagian, untuk hidup kami berdua saja belum standar banget.Â
Eh, kamu pikir, kamu yang memberikan rezki pada anakmu? Bukan. Rezki setiap orang sudah dijatah oleh Tuhan. Mungkin diberinya melalui kamu, mungkin juga melalui yang lain.Â
Kadang, orang merasa bayi atau anak kecil itu merepotkan. Mereka tak tahu kalau bayi atau anak kecil memiliki kekuatan. Berapa banyak orang tua yang nyaris lunglai ketika sampai rumah, kemudian berdiri tegar karena senyum manis si kecil?Â
Kemudian waktu berlalu. Dan kabar terakhir katanya mereka akan cerai.Â
Ternyata mereka divonis tak bakalan punya anak. Ada penyakit pada rahim istrinya yang tak memungkinkan untuk memiliki anak.Â
Saat bertemu, kembali aku dan dia berbincang. Ada penyesalan pada setiap kata katanya.Â
Masih mau cerai? Hanya gara gara tak memungkinkan untuk mempunyai anak?Â
Dia mengangguk. Seakan tak ada harapan.Â
Tuhan Maha Mengatur. Setiap kejadian selalu ada tujuannya. Tak ada yang sia sia.Â
Hmmmmm
Mungkin Tuhan berkehendak agar kalian membesarkan makhluk Tuhan yang tidak istrimu lahirkan.Â
Mengadopsi?Â
Kenapa tidak. Memiliki anak kan tidak harus melahirkan?Â
Kemarin ketika terakhir bertemu, senyum mereka berdua mengembang. Katanya habis ke Taman Mini yang berwajah baru.Â
Di antara mereka berdua ada senyum bocah usia 3 tahun. Berlari ke arah dia dan memanggilnya "ayah".
Kamu benar, katanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H