Waktu jadi santri, kemana-mana ya sarungan. Ke pasar sarungan, ke pengajian sudah pasti sarungan, bahkan main bola pun sarungan. Sarungan itu memang ciri santri sejati.Â
Ketika lulus dan pulang kampung, rata rata mereka tetap sarungan. Ke mana mana sarungan.Â
Santri itu sarungan. Dan yang sarungan itu ya NU. Tak ada santri yang tak ikut kyai nya, ulamanya. NU ya Nahdlatul Ulama.Â
Kalau Subuh selalu Qunutan. Kalau lupa qunut, lalu sujud sahwi. Kalau ada keluarga yang meninggal selalu mengadakan tahilan. Kalau bulan Maulid mengadakan maulidan. Itulah amalan santri. Amalan kaum sarungan. Amalan NU.Â
Tinggalnya di kampung kampung. Menjadi guru ngaji di kampung. Ada juga yang menjadi pedagang beberapa. Akan tetapi, lebih banyak menjadi petani.Â
Saya termasuk orang yang terprovokasi oleh tokoh fenomenal dalam NU yaitu Gus Dur. Karena itulah, setamat dari Aliyah di pesantren tidak seperti teman teman yang meneruskan ke IAIN tapi saya memilih ke IKIP.Â
Paling tidak, saya tak ingin menjadi guru agama seperti yang lain. Saya tak ingin menjadi pedagang. Juga tak ingin menjadi petani.Â
Dan tetap saja lebih banyak yang pulang menjadi petani di kampung. Mereka yang setiap hari lebih sering sarungan.Â
Wajar jika NU lebih dikenal sebagai kelompok tradisional. Karena sebagian besar anggotanya para petani. Anggotanya adalah para warga kampung. Mereka yang sarungan.Â
Gus Dur telah membangkitkan anak anak muda NU untuk berani menyebar. Bukan hanya dalam hal tempat tinggal, tapi juga dalam pemikiran.Â
JIL adalah kelompok anak muda NU yang berjalan jauh banget di depan. Ada juga kelompok anak muda NU di Jogja, karena JIL ada di Jakarta.Â
Pembacaan anak anak muda bukan hanya buku biasa, mereka bahkan sudah melesat ke mana mana. Dalam pemikiran bahkan sudah lebih modern dari mereka yang selama ini mengaku sebagai kelompok Islam modern.Â
Apakah mereka bercelana? Ternyata tidak juga. Mereka tetap menjadi kaum sarungan. Saat ini, sarungan bukan lagi penanda keterbelakangan. Saat ini, anak muda sarungan justru menyalip mereka yang bercelana panjang, apalagi cingkrang.Â
Hanya saja, kaum sarungan di kampung kampung harus tetap menjadi fokus pengembangan sumber daya NU. Mereka bisa tetap di kampung akan tetapi berpola pikir internasional atau global.Â
Selamat memasuki abad kedua NU.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H