Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cukur Rambut Asgar

20 November 2022   17:22 Diperbarui: 20 November 2022   17:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu masih tinggal di Jakarta, saya langganan cukur rambut dengan tukang cukur rambut keliling. Mereka bukan hanya mencukur rambut, tapi juga ngajak ngobrol banyak hal. Hingga proses pencukuran tak terasa, tau tau selesai begitu saja. 

Kadang sambil ngopi bareng juga. Udah kayak keluarga saja. Tanpa dipanggil kalau sudah pantas waktunya cukur dia akan mampir. 

Saat pindah ke Bekasi, ternyata tak ada tukang cukur keliling lagi. Akhirnya, nyari tukang cukur pinggir jalan. 

Sudah langganan sejak 2008, sejak saya tinggal dekat situ. Saya memang tipe manusia loyal dan laki-laki setia. Serasa sudah klik saja dengan tukang cukur itu. 

Berasal dari Garut, makanya di kaca depan ada tulisan tukang cukur Asgar. Awalnya bingung juga kenapa namanya Asgar. Ternyata mereka berasal dari Garut. Asgar berarti asli Garut. 

Di kampungnya memang rata rata mencari rezeki di Jakarta dan sekitarnya dengan menjadi tukang cukur.  Karena di kampung nya ada semacam lembaga kursus tukang cukur yang diinisiasi oleh para sesepuh yang sudah berhasil menjadi tukang cukur di Jakarta. 

Bukan hanya bercukur dengan mereka. Lagi lagi suasana ngobrol nya yang cukup bikin betah. 

Dan ada tambahan lagi saat selesai cukur. Ada pijat yang juga tampaknya dilatihkan karena rasanya enak. Jadi, cukur plus pijat. Harga sama. 

Tapi cukur hari ini ada yang beda. Biasanya saya kalau nunggu giliran cukur, sabtu dan minggu memang lebih sering antre, saya nonton televisi. Waktu ada Liga Indonesia, pertandingan sepak bola menjadi menu yang selalu hadir. 

Kadang juga pertandingan bulu tangkis. Sehingga waktu menunggu antrean tak terasa karena sambil nonton pertandingan tersebut. 

Hari ini tak ada televisi. Karena siaran televisi nondigital memang sudah dicabut nyawanya oleh Mahfud MD. Area Jabodetabek harus sudah digital. 

Akibatnya tak ada televisi di tukang cukur. Mungkin juga di tukang burjo. Mungkin juga di warteg warteg. 

Entah kenapa pemerintah selalu bekerja dengan kuasa. Mentang mentang kuasa semua harus nurutin maunya. Emang orang kecil seperti tukang cukur Asgar duitnya banyak harus dipaksa migrasi segala? 

Biarkan saja orang orang kecil menikmati dunia mereka. Kalau televisi digital bagus dan mereka punya uang untuk membelinya, mereka pasti pindah kok. 

Tak ada lagi televisi di tukang cukur Asgar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun