Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasihat Bandar Sabu pada Anaknya

19 Oktober 2022   07:38 Diperbarui: 19 Oktober 2022   07:45 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore masih tampak menggantung.  Seperti gadis perawan yang malu-malu memasuki kamar pengantin.  Ada beberapa burung yang masih enggan pulang.  Ada juga kelepak kampret yang terlalu cepat bangun.

Di taman itu berdiri seorang anak remaja.  Berpakaian ala kadarnya.  Kaosnya sudah kehilangan warna aslinya.  Celananya juga tampak seperti tikus got.  Antara kumuh dan percaya diri yang kumuh.

Di hadapan anak laki-laki remaj itu duduk seorang kakek.  Karena dia seorang kakek maka sudah pasti kepalanya dipenuhi uban.  Sebagai penanda sah kakek-kakek.  Dia tangannya tampak terjepit rokok yang tinggal sepertiga.  Beberapa kali diliriknya rokok itu dan dicoba untuk dihisapnya pelan-pelan.  Seperti enggan melakukan acara perpisahan.

"Sebentar lagi pasti datang," kata kakek itu sambil mencoba menyimpan rasa cemasnya yang semakin membesar.

Anak laki-laki remaja itu tampak pasrah.  Karena tak mungkin lagi bertingkah.  Segalanya sudah punah.

Dan tak begitu lama, memang ada beberapa mobil yang menuju ke arah taman itu.  Kemudian seorang laki-laki dengan pakaian rapi dan kacama hitam turun menghampiri mereka berdua.

"Pagi, Yah," kata laki-laki itu kepada kakek-kakek.

Kakek hanya tersenyum.

Laki-laki berpakaian rapi dan berkacamata hitam itu pun kemudian memberikan bungkusan kepada kakek.  Dan kakek tak mau menerimanya sambil menunjuk kepada anak laki-laki remaja saja bungkusan itu haruis diberikan.

Taman itu berada dekat sebuah lapangan.  Entah siapa yang sedang melakukan upacara di lapangan tersebut.  Mereka tampak memakai seragam rapi.  Dari pengeras suara terdengar nyaring suara pimpinan upacara.

"Sebagai pimpinan, saya berpesam, sekaligus meneruskan pesan bapak bos besar, berhati-hatilah saudara dalam menjalankan tugas. Jangan gegabah. jangan pamrih.  Kalau ingin kaya jangan jadi pegawai. pegawai itu pengabdian. rezeki mengikuti. Jangan berorientasi cari duit dengan menjadi pegawai. Sekali lagi saya tekankan, menjadi pegawai itu pengabdian.  Rezeki mengikuti."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun