Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemarahan-kemarahan yang Tidak Perlu

11 Juni 2022   22:25 Diperbarui: 11 Juni 2022   23:00 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang-kadang kita semua dibikin heran dengan kemarahan kemarahan yang seakan tumpah ruah tak karuan di ruang ruang publik. Seakan jalan kemarahan adalah jalan satu satunya untuk melihat realitas. 

Paling akhir adalah tentang rendang babi. Sebuah isu yang sama sekali tidak bermutu untuk diperdebatkan. Apalagi sampai berhari-hari harus menyita begitu banyak energi. 

Persoalan bangsa memang banyak. Dan persoalan itu tidak boleh dibiarkan. Jika dibiarkan maka negeri ini yang akan tertelan bumi. 

Selalu muncul dua kelompok yang bertentangan. Imbas dari pemilu yang tak pernah sampai ujung. 

Entah sampai kapan. 

Dan limbah kemarahan terus saja diproduksi. Itulah politik negeri ini. Politik kotor manusia manusia yang hanya berpikir tentang napsu kuasanya. 

Akankah kita hidup dalam kemarahan yang selalu diproduksi oleh para petualang? 

Sudah saatnya kita berpikir jernih. Sudah saatnya kita menolak prilaku prilaku barbaris.  Kita harus mampu menentukan masa depan negeri ini. 

Sebagai seorang guru, saya kadang sedih saat melihat wajah anak anak kita tercoreng oleh kemarahan kemarahan tanpa ujung. Seharusnya mereka kita biarkan untuk memiliki masa depan negeri ini. Tanpa harus menanggung beban kemarahan yang tak perlu. 

Mari kita buang kemarahan kemarahan itu. Kita mulai berpikir jernih. Meniru para pendiri bangsa yang rela berkorban untuk bangsa ini. Mereka rela dibuang demi terwujudnya negara yang dicitakan bersama. 

Kita tinggal meneruskan. Jangan sampai merusaknya. Mungkin akan lebih baik jika kita semua berani berkata, "Cukup sampai di sini! "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun