Kalau harga telur dan cabai naik, itu hal yang wajar. Kalau harga beras naik, tak usah panik. Kalau permintaan membesar sedang pasokan biasa saja, kan emang harga menjadi naik.Â
Kok protes?Â
Protes juga wajar. Kenapa? Karena kenaikan harga yang terjadi tidak wajar, bahkan terkesan kurang ajar.Â
Bagaimana tidak bikin gregetan kalau harga gabah di tingkat petani tidak ada kenaikan, tapi harga beras di kota tahu tahu melejit gak karuan. Berarti ada mafia beras yang sedang bekerja.Â
Demikian juga dengan harga telur. Kenaikan harga telur yang dinikmati peternak ayam, wajar saja. Akan tetapi jika harga di tingkat peternak tidak naik sedang di pasar naik memiliki arti sama. Mafia sedang bekerja.Â
Kadang, kenaikan harga harga itu cuma trik para Mafia dalam meningkatkan bargaining position agar kran impor dibuka. Bukan lagi rahasia.Â
Bagaimana dengan kenaikan gas elpiji?Â
Silakan dinaikkan. Asal wajar. Ketika biaya produksi naik, penjualan juga harus dinaikkan. Tentu dengan hitung hitungan yang benar.Â
Persoalan muncul ketika masyarakat tahu bahwa hitung hitungan oleh pertamina gak masuk akal. Atau kabar buruk dari pertamina tidak dijelaskan. Maka, masyarakat merasa keberatan.Â
BUMN dianggap sebagai sapi perah para politikus busuk belaka. Termasuk pertamina yang bertahun-tahun harus tunduk pada Mafia migas. Kita masih ingat dengan sepak terjang Petral.Â
Jika persoalan seperti itu belum selesai. Jika kepercayaan masyarakat belum ada. Maka, setiap kenaikan selalu memunculkan rasa curiga. Mafia mana lagi yang sedang bekerja menggerogoti negeri ini?Â
Gituh ajah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H