Kamdi memang guru berprestasi. Setelah 20 tahun menekuni profesi sebagai guru, Â dan 5 tahun menjadi kepala sekolah, sekarang Kamdi sudah menjadi pengawas sekolah.Â
Tugas sebagai pengawas, mengharuskan Kamdi untuk mengunjungi banyak sekolah yang menjadi binaannya. Karena di daerah, sekolah binaan pengawas Kamdi ada yang ada di ujung dunia. Berada di kaki gunung. Tak ada penduduk lagi setelah itu.Â
Gedung sekolah cuma bertiang kayu dan dindingnya bambu. Nyaris mirip sekolah di film Laskar Pelangi.Â
Gurunya cuma tiga. Dua guru honor dan satu guru PNS yang sekaligus merangkap sebagai kepala sekolah.Â
Belum pernah ada pengawas sekolah yang datang ke situ. Lokasinya yang jauh dan sulit dijangkau. Kecuali pengawas Kamdi yang sedang berusaha menjadi pengawas berprestasi, setelah meraih guru berprestasi dan kepala sekolah berprestasi.Â
"Selamat pagi, Pak, " sapa Kamdi kepada seorang guru yang ternyata juga kepala sekolah.Â
"Pagi, Pak, " Jawab kepala sekolah agak gugup.Â
"Saya pengawas baru. Nama saya Kamdi. "
"Oh, Pak Kamdi? "
Diajaklah Kamdi ke ruangan yang disebutnya sebagai ruang kepala sekolah. Saya tak tega menceritakan kondisi ruangan kepala sekolah itu di sini.Â
"Lho, kok masih masang foto presiden Soeharto? " tanya Kamdi.Â
"Susah pak mencari foto presiden yang baru. Itu juga dibawain pak Camat waktu berkunjung ke sini, "
Kamdi cuma bisa mengurut dada.Â
"Ngomong ngomong, sekolah ini memakai Kurikulum apa? " tanya Kamdi sambil berharap jawaban kepala sekolah yang mengatakan bahwa sekolah menggunakan Kurikulum prototipe.Â
"Kurikulum Balai Pustaka. "
Kurikulum Balai Pustaka? Seumur umur negeri ini tak pernah memiliki Kurikulum dengan nama Kurikulum Balai Pustaka. Kenapa sekolah ini memiliki nya? Darimana mereka mendapatkan Kurikulum tersebut?Â
"Yang bagaimana, Pak? "
Kepala sekolah izin untuk mengambil Kurikulum Balai Pustaka yang dimilikinya.Â
"Ini, Pak, " kata kepala sekolah sambil menyodorkan buku pelajaran terbitan Balai Pustaka tahun 1987.
Hadeuh!!!!!!Â