Entah kenapa, kemarin pagi dia berjalan sempoyongan. Seperti seorang pemabuk yang sedang mabuk berat.Â
Karena saya hendak memundurkan mobil, terpaksa saya bangunkan dia. Pada saat bangun itulah terlihat jalannya aneh. Tidak seperti biasanya.Â
Kemudian dia tiduran lagi ketika mobil sudah parkir seperti semula. Mungkin enak tidur di tempat itu, pikirku.Â
Tapi, sampai sore hari, ketika aku membuka pintu untuk buang sampah, biasanya dia berlari mengikuti, tak terlihat juga dia. Ternyata masih tertidur di kolong mobil.Â
Karena curiga, aku dekati. Saya senggol senggol kakinya, tidak juga merespon. Dalam hati mulai was was.Â
Lahir di rumah juga. Waktu itu bertiga. Â Menjengkelkan sekali waktu masih kecil. Karena mereka suka banget main di kap mesin. Sampai sampai harus naik ojek karena mereka tidak mau juga keluar mobil.Â
Ada juga yang pernah terbawa sampai sejauh 10 kilometer saat hendak menjemput anak. Saya pikir dia sudah turun, ternyata ada satu yang masih bersembunyi di kap mesin. Untung selamat ketika sampai di rumah kembali.Â
Sore ini, dia tak lagi menggosokkan bulunya ke kaki saya. Karena saya sudah menguburkan jasadnya kemarin sore.Â
Terasa kangen juga walau waktu masih ada suka gregetan. Ya, itulah si empus. Bukan piaraan, tapi memang sudah sejak lahir ada di depan rumahku.Â
Entah.Â