Mengenal Ariel melalui sastra kontekstual. Perdebatan tentang sastra pada tahun 1980-an.Â
Bertemu Ariel sekitar tahun 1993 ketika mengikuti diskusi tentang Marxisme di IKJ. Dan paparan Ariel sangat berkesan di hati saya yang waktu itu masih mahasiswa tingkat akhir yang rajin mengikuti diskusi karena kungkungan rezim Soeharto sulit mencari pemikiran alternatif.Â
Ternyata, sampai kini Airel Heryanto masih terus berpikir dengan jernih tentang Pancasila. Â Sebagaimana ditulis di kolom opini harian Kompas cetak, Sabtu, 6 November 2021. Â
Kita semua tahu bahwa Pancasila dibidani kelahirannya oleh seorang bernama Soekarno. Proklamator negeri ini bersama Muhammad Hatta.Â
Akan tetapi, Pancasila pula yang dipergunakan oleh Soeharto untuk menghabisi Soekarno. Â Bahkan Pancasila pun dijadikan ideologi bangsa dengan tafsir tunggal rezim Soeharto.Â
Dalam tulisan yang sangat bagus itu, Airel mengatakan bahwa Pancasila tak pernah dijadikan alat untuk menghajar lawan lawan politik oleh Soekarno. Pancasila dijadikan alat untuk menghajar ideologi yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim Soeharto.Â
Oleh Soekarno, Pancasila dijadikan perekat terhadap ideologi ideologi progresif pada waktu itu. Sehingga, pada zaman Soekarno tak pernah muncul tuduhan tidak Pancasilais.Â
Reformasi sudah terjadi. Rezim Soeharto sudah dijatuhkan. Akan tetapi, sebagaimana dikeluhkan oleh Ariel, hantu hantu Orde Baru masih cukup kuat mencengkeram negeri ini.Â
Termasuk tafsir atas Pancasila.Â
Dan sebagai negeri yang majemuk, Pancasila adalah pemersatu yang sangat dibutuhkan. Hanya saja, tidak boleh ada lagi penggunaan Pancasila untuk menghajar kelompok yang tidak sejalan dengan pemerintah.Â
Semoga, pemahaman terhadap Pancasila akan semakin. Terlepas dari tafsir yang sudah ditorehkan Orde Baru. Karena hal itu, nyata nyata memiliki kegagalan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H