Akhirnya, terbeli juga sebuah rumah. Tidak lagi menjadi kontraktor. Tak perlu lagi pindah pindah rumah. Tak perlu lagi gonta ganti tetangga.Â
Rumah yang aku beli memang berada di ujung jalan buntu sebuah perumahan di Bekasi. Tak mungkin beli rumah di Jakarta dengan gajiku yang pas pasan.Â
Anak-anak juga terlihat senang. Walaupun satu kamar harus bertiga. Untung semuanya laki-laki. Jadi tak terlalu peduli dengan kondisi kamar.Â
Di jalan buntu itu ada 5 rumah berjejer. Hampir sama, karena rumah perumahan memang dibikin seragam. Cuma dikit perubahan seperti tambahan di tampak depan.Â
"Kosong? " tanya istriku waktu baru pindahan sambil menunjuk rumah yang berada persis di sebelah rumah.Â
"Iya."
Sebulan kamj tinggali rumah baru itu dengan aman dan damai. Hanya beberapa kali mendengar ribut ribut di rumah sebelah. Dan hanya aku yang mendengar keributan itu.Â
Tak pernah aku cerita masalah suara suara ribut dari rumah sebelah yang kosong itu pada istri dan ketiga jagoanku itu. Jangan sampai mereka takut kalau aku harus kerja lembur sampai malam atau pagi lagi.Â
Cuma perasaan penasaran selalu membuatku pengin lihat apa yang sebenarnya terjadi.Â
Suatu malam, ketika aku mendengar keributan itu, diam diam aku keluar rumah. Mereka sudah pada tidur.Â
Pelan pelan aku mendekat ke rumah kosong itu. Malam itu, lampu di rumah kosong tampak benderang. Ada beberapa orang yang aku lihat bolak balik mengambil sesuatu di teras rumah itu.Â
Cukup lama aku memperhatikan mereka. Hanya saja aku lama tak menyadari bahwa orang yang mondar mandir itu ternyata tanpa kepala sama sekali.Â
Aku langsung begidik. Cepat cepat masuk rumah. Dan berdoa semoga cuma mimpi belaka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H