Semua ini berawal dari tugas pelajaran anakku yang bersekolah di SMP. Â
"Disuruh bikin apa saja, " jawab anakku.Â
"Gampang dong, bisa bikin sesuka kamu sendiri, " kataku lagi.Â
"Justru karena dibebaskan, jadi bingung. Kalau dibatasi kan enak, " keluh anakku.Â
Beberapa kali dia bikin, sejumlah itu pula dia penyek-penyek tuh tanah liat. Pertama aku lihat bikin gelas tapi belum sempat jadi sepertinya dia berubah pikiran. Dibikinlah piring. Belum bulat juga sudah dihancurkan.Â
Berulang ulang hingga muncul kepayahan yang begitu dalam di wajahnya.Â
"Kenapa tidak bikin manusia salju saja? " usulku kasihan.Â
"Manusia salju kan terbuat dari salju, Yah? "
"Ya, tinggal diolesi putih putih atau tabuti nasi. "
Setelah mentok, barulah anakku itu diam diam mencoba usulku. Membuat manusia salju dari tanah liat.Â
Gampang cara bikinnya. Tinggal bikin tiga bulan yang berbeda ukuran. Terus disambungin. Tambahin idung, jadi deh.Â
Dia tersenyum. Sepertinya puas dengan manusia salju bikinannya itu. Kemudian dia taruh di teras balkon.Â
Itulah permulaan nya.Â
Malamnya terdengar ketukan yang berulang. Karena yang diketuk pintu atas, yang dengar hanya anakku yang tidur di atas.Â
Ketika anakku buka pintu itu, tidak ada siapa siapa. Karena memang tak mungkin ada tamu yang bisa terbang.Â
Besok paginya badan anakku panas nengigil. Tapi ketika dibawa ke dokter dekat rumah, dokter tidak mendeteksi penyakit apa apa.Â
Setelah anakku sembuh, giliran istriku yang sakit. Ketika istriku sembuh, giliran aku yang sakit. Kemudian balik lagi ke anakku.Â
"Di rumahmu ada sesuatu, " kata l a laki-laki yang cuma ingin mampir ke rumahku suatu sore.Â
Laki-laki itu kemudian pergi begitu saja. Entah kemana.Â