Beberapa tahun kemudian cengkeh bapakku mulai berbunga. Senang juga wajah bapak melihat bunga cengkeh yang sudah diharapkan bertahun-tahun lamanya.Â
Tapi apa dikata. Waktu itu belum ada televisi di kampung ku. Radio juga cuma satu dua. Dan radio disetel cuma buat dengerin wayang.Â
Kabar bahwa cengkeh tidak boleh lagi dijual bebas. Cengkeh hanya boleh dijual ke pembeli tertentu yang katanya sudah bekerja sama dengan Bppc. Kepanjangan nya lupa. Sebuah Lembaga yang dibikin soeharto dan diketuai oleh anaknya sendiri Tomy Soeharto.Â
Gegerlah kampung ku. Karena dengan adanya Lembaga yang dipimpin Tomy itu, harga cengkeh langsung ambruk. Jangankan untung, untuk menutupi biaya metiknya saja tidak cukup.Â
Apa yang akhirnya terjadi di kampungku?Â
Semua orang marah. Akhirnya, pohon pohon cengkeh yang tadinya dimanja dan mengalahkan apa saja. Bahkan di musim kemarau panjang pun dicarikan air agar tetap hidup. Dipotong semua. Dibabat habis.Â
Itulah kemarau yang masih ada di benakku. Pengalaman pahit bersama Tomy Soeharto.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H