Paling ideal memang belajar jarak jauh menggunakan Google Meet atau Zoom Meet. Â Karena kita bisa tatap maya yang lebih mirip dengan tatap muka. Ada kontak mata yang bisa sangat berarti.Â
Akan tetapi, anak-anak tak mau membuka videonya. Sehingga entah sedang apa dia ketika saya sebagai gurunya bicara. Sehingga, p perlu waktu juga untuk selalu mengingatkan mereka untuk membuka videonya.Â
"Sudah berapa? "
"Baru dia puluh, Pak? "
Di layar laptop baru ada 20 partisipan. Le mana siswaku yang 20 lagi? Ditunggu 5 menit masih 20 juga. Akhirnya, pembelajaran dimulai. Dan, sampai akhir pembelajaran cuma nambah 5 partisipan lagi.Â
Untuk memfasilitasi siswa yang tidak ikut Google Meet atau kadang-kadang juga Zoom meet, saya buka juga GCR. Saya sediakan materi berupa modul. Kemudian ada juga tugas yang harus dikerjakan.Â
Dari 40 siswa dalam satu kelas, paling banter 35 yang mengerjakan. Ketika dijapri kenapa belum mengerjakan tugas, jawabannya dia tak faham. Tak faham apa? Tak faham ketika materi hanya dibaca tanpa dijelaskan.Â
Akhirnya, grup WA juga dimanfaatkan. Satu per satu dijelaskan materi melalui suara dan tulisan dalam grup WA.Â
Masuk semua siswa di kelas itu?Â
Tidak juga. Ketika ditelepon, jawabnya "ketiduran."
"Ibumu ke mana? "
"Ibu kerja. "
"Kamu di rumah sama siapa? "
"Sendirian."
Hadeuh. Terus bagaimana lagi? Itulah pembelajaran jarak jauh. Gurunya di mana, anak murid di mana.Â
Ketika anaknya bertanggungjawab, tak ada persoalan pembelajaran jarak jauh. Akan tetapi, dalam setiap kelas selalu saja anak yang tidak bertanggung jawab.Â
Guru tak bisa jewer tuh anak. Mereka entah di mana. Benar benar bikin pusing kepala.Â
"Bu, anaknya kok tidak ikut pembelajaran sampai 3 kali? "
"Lho, tiap hari dia pegang HP kok."
"Tapi tidak ikut pelajaran. "
"Terus bagaimana, Pak. Saya tahunya belajar melalui HP. "
Masih mending deh. Cukup diberitahu cara ngecek anaknya ikut PJJ atau tidak.Â
"Bu, anak ibu belum ikut ulangan. "
"Waduh, saya juga baru pulang kerja. Apa saya harus ngurus yang beginian juga? Pusing saya, Pak. "
Pusing kalau menghadapi yang begini. Mereka menganggap belajar anaknya sudah diserahkan sepenuhnya kepada guru.Â
Apa pun bentuknya, pembelajaran jarak jauh memang sangat tidak efektif. Paling efektif belajar di kelas. Guru bisa mengatur kelas sehingga pembelajaran kondusif. Guru bisa membimbing secara berurutan.Â
Lebih dari itu, guru bisa memperhatikan sepenuhnya cara belajar murid muridnya. Bisa memperhatikan karakter unik setiap individu. Mengajar dengan menyesuaikan keunikan masing-masing.Â
Rindu banget belajar tatap muka. Kalau ada yang bandel?Â
Awas, tak jewer kamu!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H