Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP Pasca Jokowi Senasib Demokrat Pasca SBY?

29 Mei 2021   09:16 Diperbarui: 29 Mei 2021   09:20 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrat membesar bersamaan dengan terpilihnya SBY menjadi presiden negeri ini. Bahkan Demokrat menjadi partai pemuncak ketika SBY berhasil menduduki kursi Medan Merdeka Utara selama lima tahun. 

Pada periode pertama, faktor Yusuf Kalla sangat berperan dalam pemerolehan suara terutama dari luar Jawa atau dari Indonesia timur. Akan tetapi, pada periode kedua, SBY berani menggandeng Budiono yang tidak memiliki basis suara. Hal ini dilakukan karena SBY merasa suara Demokrat sudah cukup. 

Sepuluh tahun menjadi presiden, SBY mau tak mau harus melepaskan kursi kepresidenan nya. Dan bersamaan dengan turunnya SBY dari kursi kepresidenan, maka menukik juga perolehan suara Demokrat. 

SBY pasti punya pengaruh besar pada kebesaran Demokrat.  Demikian juga Jokowi terhadap PDIP. Perolehan suara PDIP yang mampu bertengger di urutan pertama tentu berkat peran besar Jokowi sebagai kader yang mampu diusungnya menjadi presiden. 

Jokowi sudah dua periode. Hal bisa dicalonkan lagi. Kondisi ini harus dipikirkan dengan cermat oleh PDIP. Jangan sampai terjun bebas bersamaan dengan turunnya Jokowi sebagaimana Demokrat. 

Gerindra berhasil menyodok dalam perolehan suara karena ada tokoh Prabowo sebagai calon presiden. Pasca Prabowo kemungkinan besar Gerindra juga kempis. 

Siapa tokoh yang dapat menggantikan kebesaran Jokowi? 

Megawati jelas sudah tak mungkin lagi. Harapan diletakkan pada Puan Maharani. Akan tetapi, belum apa apa Puan justru membuat blunder sendiri. Upaya untuk meningkatkan posisi dirinya dengan cara menyingkirkan kader PDIP yang potensial seperti Ganjar Pranowo justru akan semakin membuat rakyat menjauhi PDIP. 

Walaupun tidak sama persis, namun Puan harusnya belajar dari komentar Taufik Kiemas kepada SBY yang mendadak melambungkan nama SBY sebagai orang yang teraniaya. Rakyat negeri ini selalu marah terhadap sikap congkak dan keteraniayaan.

Puan sebagai generasi penerus Mega yang kemungkinan akan segera undur diri dari gempita perpolitikan harus mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi PDIP pasca Jokowi. Salah langkah berarti keterpurukan. 

Kita lihat sajalah. Toh politik seperti sudah dikangkangi orang-orang tertentu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun