Kamdi jelas orang yang baik. Tidak pernah macam macam. Orang biasa yang terlalu biasa. Tak mungkin Kamdi masuk menjadi sebuah berita.Â
"Kamdi ditangkap polisi, " kata Sarwan.Â
Kami, bapak bapak yang lagi main catur di pos ronda langsung menatap si pembawa berita.Â
"Darimana kamu tahu? " tanya Parno.Â
"Anaknya yang cerita. Sekarang Kamdi ada di kantor polisi. "
"Kita ke rumahnya, " kata Pak RT yang langsung melangkah dan diikuti bapak bapak yang lain.Â
Runah Kamdi cuma beda gang. Sehingga rombongan bapak bapak itu langsung sampai rumah Kamdi yang sudah terkunci dari luar.Â
"Mungkin semua keluarganya ke kepolisian. "
"Bukan nya Hamdi cuma tinggal sama Anto, anaknya? "
Kamdi sebetulnya hidupnya cukup menyedihkan. Setelah di-PHK, Kamdi tak dapat pekerjaan lagi. Mungkin karena tak mendapatkan nafkah lagi, istri Kamdi pergi mengikuti laki-laki lain. Meninggalkan Kamdi dan tiga anaknya.Â
Beberapa waktu kemudian, dua anaknya ikut istrinya yang sudah bersuami lagi. Tinggallah Kamdi hanya dengan Anto. Mungkin Anto tak tega meninggalkan bapaknya sendirian.Â
Kamdi kemudian jualan es di dekat pasar. Lumayan. Dari jualan es itu, Kamdi bisa menghidupi Anto. Anto sudah masuk STM.Â
"Ya, sudah kalian pulang saja kembali ke pos. Biar aku yang ke kantor polisi, " kata Pak Erte.Â
"Aku temani Pak Erte, " kata Sarkum.Â
Ya, akhirnya bapak bapak kembali ke pos ronda. Hanya Pak erte dan Sarkum yang pergi ke kepolisian untuk mencari tahu kejadian sebenarnya.Â
"Ternyata benar. Kamdi di tahan karena menyerang aparat, " jelas Pak Erte sepulang dari kepolisian kepada bapak bapak yang menunggu kabar Kamdi di pos ronda.Â
"Kok bisa? "
"Cerita nya begini. Aparat yang di serang Kamdi adalah orang yang sama yang kemarin merampas gerobak dagang Kamdi. "
"Satpol? "
"Iya. Mungkin Kamdi marah terhadap Satpol yang telah merampas gerobak dagang es nya. "
"Cuma karena gerobak? "
"Bagi Kamdi tentu bukan gerobak, tapi kehidupan. Kita semua tahu, Kamdi tak bisa makan besok kalau Kamdi hari ini tidak berdagang. Jika gerobak dagangnya diambil satpol, berarti kehidupan Kamdi besok pagi dan seterusnya ikut hilang. "
"Kasihan juga Kamdi. "
"Itulah makanya, negara harus benar-benar bertindak adil. Ingat Arab spring yang dipicu oleh pedagang buah buahan yang bakar diri di Tunisia sana? Gelombangnya masih terasa hingga kini. Bahkan di Yaman dan Suriah yang jauh banget dari Tunisia. "
"Mungkinkah orang orang yang suka nekad ngebom juga orang-orang kalah? "
Semua bapak bapak kaget mendengar pertanyaan itu. Karena mereka baru menyadari juga.Â
Semoga negara juga menyadari, bukan hanya orang orang di pos ronda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H