Mudik itu bukan hanya peristiwa biasa. Mudik sudah menjadi sebuah tradisi yang tak mungkin diingkari. Mudik bahkan sudah menjadi spiritualitas seseorang.Â
Maka, tak ada yang bisa menghentikan mudik. Â Seseorang akan merasa bersalah, bahkan berdosa jika lebaran kok tidak mudik.Â
Meskipun harus berkorban lumayan banyak. Berkorban waktu karena setiap mudik biasanya diikuti dengan kemacetan. Kadang malah tidak berasa mudik kalau tidak ada kemacetan di sana. Seakan sebuah cerita yang kehilangan alurnya.Â
Mudik juga memerlukan banyak uang. Bukan hanya untuk kita dan keluarga saja, tapi juga untuk oleh oleh keluarga di kampung. Biasanya, semuanya akan menjadi lebih mahal daripada biasanya. Termasuk ongkos bus.Â
Tapi semua itu akan terbayar oleh tali silaturahmi yang terjalin. Seakan semuanya itu tak seberapa jika sudah bisa berjumpa saudara. Saling memaafkan di suana lebaran.Â
Tahun lalu sudah dilarang mudik lebaran. Bahkan ied pun dilaksanakan di rumah masing-masing. Covid begitu menggila. Dan kita semua harus rela untuk melupakan sesuatu yang sudah biasa.Â
Hingga setahun kemudian, tanda tanda covid untuk segera enyah, baru mulai terasa. Apalagi sekarang sudah mulai dilakukan vaksinasi. Sehingga harapan lenyapnya covid sudah mulai bisa dibayangkan.Â
Kondisi yang sudah mulai membaik ini tentu harus tetap dijaga. Jika kita salah melangkah maka kerugian akan terjadi karena covid kembali meraja lela.Â
Bisa menjadi pelajaran apa yang pernah terjadi setelah adanya libur panjang. Setelah libur panjang usai kemudian langsung muncul grafik pertambahan penderita covid yang mengkhawatirkan.Â
Mudik lebaran akan menjadi jalan covid menambah lagi jika tidak diantisipasi. Kerumunan pasti akan ada di mana-mana. Dan kemudian akan terjadi penyebaran covid ke wilayah yang lebih luas.Â