Ada isu bahwa calon peserta pilkada harus memiliki partai. Tak boleh lagi ada pencalonan oleh partai kepada orang yang tidak berpartai. Tak mungkin lagi muncul orang hebat seperti Anies Baswedan dan Ridwan Kamil karena keduanya tak pernah masuk partai politik.
Sebetulnya gagasan tersebut sangat baik. Urusan politik diurus oleh orang-orang yang sudah mati hidup dalam politik. Bukan manusia manusia Politik dadakan menjelang pilkada belaka.
Akan tetapi, persoalan partai politik sendiri belum pernah dibereskan. Sehingga sampai saat ini partai politik justru sering dianggap sebagai pangkal hampir semua persoalan di negeri ini.
Lihat saja pejabat yang ditangkap KPK karena korupsi. Terakhir adalah dua menteri dari dua partai terbesar di negeri ini. Sehingga aturan akan menjebak kita semua untuk jatuh pada persoalan yang pada awalnya cuma ada di partai politik.
Kemudian akan ramai ramai lah pejabat publik masuk partai politik karena aturan itu. Dan ini jelas sebuah keanehan bin keganjilan di negeri ini.
Seharusnya, seseorang berkarier politik sejak lama. Kemudian dia akan merasa selesai dari politik setelah menjadi pejabat publik. Ketika menjadi pejabat publik, seseorang tak boleh lagi berpikir tentang partai politik nya. Sudah sepenuhnya bekerja untuk publik.
Dan di negeri ini malah pejabat publik yang bekerja untuk publik dipaksa berpikir untuk partai nya. Sehingga menjadi orang orang kerdil. Maka, petaka partai menjadi petaka negeri.
Seorang Ridwan Kamil sudah menjadi orang besar. Sudah harus selesai dengan dirinya sendiri, keluarga, dan juga tetek bengek partai segala. Sudah harus menghabiskan semua pikiran dan tenaganya untuk jawa Barat. Jika diteruskan menjadi untuk Indonesia juga tidak ada salahnya.
Demikian juga dengan Anies Baswedan. Biarkan Anies memikirkan jakarta dengan segudang persoalan yang membelot nya. Jangan malah dibebani memikirkan partai politik yang juga sudah nyata nyata dikuasai keluarga tertentu saja.